Disusun oleh MuslimNabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada manusia sesungguhnya merupakan
nikmat dan rohmat Allah kepada manusia. Maka tidak sepantasnya manusia menolak
rohmat Allah tersebut. Bahkan seharusnya mereka menerimanya dengan senang hati.
Allah Ta’ala mengingatkan anugerahNya yang agung ini dengan menyebutkan
sifat-sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan firmanNya:
Sesungguhnya telah
datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, penderitaanmu terasa berat
olehnya, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min. (QS. 9:128)
Syaikh Sholih Al-Fauzan
berkata:
“Allah Ta’ala memberitakan kepada hamba-hambaNya –sebagai bentuk
pemberian nikmat- bahwa Dia telah mengutus di kalangan mereka seorang rasul
yang agung, dari jenis mereka dan dengan bahasa mereka. Sangat menyusahkan
beliau apa yang telah menyusahkan mereka. Dan mengganggu beliau apa yang
mengganggu mereka. Beliau sangat menginginkan petunjuk dan terjadinya kebaikan
bagi mereka. Beliau sangat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang
mu’min secara khusus”.
Beliau juga mengatakan:
“Sesungguhnya sifat-sifat
yang telah disebutkan pada ayat di atas dalam diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengharuskan bahwa beliau telah memperingatkan umatnya dan telah
melarang dari syirik yang merupakan dosa paling besar, karena ini merupakan
maksud terbesar di dalam risalah beliau”. (Al-Mulakhos fii Syarh Kitab
At-Tauhid, hlm: 149)
DI ANTARA SARANA
KEMUSYRIKAN
Barangsiapa mengkaji
perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka dia akan mendapati bahwa
beliau memang benar-benar telah menutup berbagai sarana dan pintu yang akan
menghantarkan menuju kemusyrikan.
Inilah di antara contohnya:
1- Larangan menjadikan
kuburan sebagai tempat beribadah. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hadits shohih di bawah ini:
Dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Jadikanlah sebagian sholat-sholat kamu di dalam rumah-rumah kamu, dan janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kubur!” (HR. Bukhori, no: 432; Muslim, no: 777)
Di dalam hadits lainnya
disebutkan:
Dari Abu Huroiroh, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kubur, sesungguhnya syaithon lari dari rumah yang di dalamnya di bacakan surat Al-Baqoroh”. (HR. Muslim, no: 780)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata tentang sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Janganlah kamu
menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kubur”, yaitu: “Janganlah kamu mengosongkan
rumah-rumah kamu dari sholat, doa, dan baca Al-Qur’an di dalamnya, sehingga
akan menjadi seperti kubur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
melakukan ibadah di rumah-rumah, dan melarang melakukannya di dekat kubur-kubur.
Ini kebalikan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik dari kalangan
orang-orang Nashoro dan orang-orang yang menyerupai mereka dari umat ini”.
(Fathul Majid, hlm: 230, penerbit: Dar Ibni Hazm)
2- Larangan menjadikan
kubur beliau sebagai ‘ied (tempat yang didatangi berulang-ulang).
Ini disebutkan di dalam
banyak hadits-hadits yang shohih,
inilah di antaranya:
Dari Abu Huroiroh, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kubur. Dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai ‘ied. Dan bersholawatlah kepadaku, karena sesungguhnya sholawat kamu akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada”. (HR. Abu Dawud, no: 2042; Ahmad 2/367; dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Di dalam hadits lain
disebutkan: Dari Ali bin Husain bin Ali, bahwa dahulu ada seorang laki-laki
yang datang setiap pagi lalu berziarah ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan membaca shalawat Nabi, dia melakukan hal itu sehingga tersiar kabar
sampai kepada Ali bin Al-Husain. Maka Ali bin Al-Husain bertanya kepadanya;
“Apa yang mendorongmu melakukan ini?” Dia menjawab: “Aku suka mengucapkan salam
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “. Ali bin Al-Husain berkata
kepadanya: “Maukah engkau aku beritakan sebuah hadits dari bapakku?” Dia menjawab:
“Ya”. Maka Ali bin Al-Husain berkata kepadanya: bapakku telah menceritakan
kepadaku dari kakekku, bahwa dia berkata: Rasulullah n bersabda:
“Janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai ‘ied (tempat yang di datangi berulang-ulang)! Dan janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kubur. Dan bersholawatlah kepadaku serta ucapkanlah salam (kepadaku) di mana saja kamu berada, karena salam dan sholawat kamu akan sampai kepadaku”. (HR. Isma’il Al-Qodhi, di dalam Fadhlush Sholah ‘alan Nabi, no: 20; hlm: 34, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)
“Janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai ‘ied (tempat yang di datangi berulang-ulang)! Dan janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kubur. Dan bersholawatlah kepadaku serta ucapkanlah salam (kepadaku) di mana saja kamu berada, karena salam dan sholawat kamu akan sampai kepadaku”. (HR. Isma’il Al-Qodhi, di dalam Fadhlush Sholah ‘alan Nabi, no: 20; hlm: 34, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Imam Ibnul Qoyyim
berkata: “’Ied adalah apa yang biasa/berulang kedatangannya dan biasa dituju,
yang berupa waktu atau tempat. Diambil dari kata mu’aawadah (mengulangi) dan
i’tiyad (membiasakan). Jika i’ed digunakan untuk nama tempat, maka artinya
tempat yang dituju untuk berkumpul dan didatangi berulang-ulang untuk ibadah
atau lainnya. Seperti masjidil haram, Mina, Muzdalifah, Arofah, dan Masya’ir
(tempat-tempat ibadah lainnya) yang Allah jadikan sebagai ‘ied dan tempat
pertemuan untuk para hunafa’ (orang-orang yang bertauhid). Sebagaimana Allah
juga menjadikan hari-hari ‘ied padanya sebagai ‘ied (hari raya). Dahulu
orang-orang musyrik memiliki ‘ied-‘ied yang berupa waktu dan tempat, ketika
Allah telah mendatangkan agama Islam, Allah membatalkan itu semua, dan Dia
menggantikannya untuk para hunafa’ dengan ‘iedul fithri, ‘iedun nahri (‘iedul
adh-ha), dan hari-hari Mina. Sebagaimana Dia juga menggantikan dari
tempat-tempat ‘ied orang-orang musyrik dengan ka’bah, Mina, Muzdalifah, Arofah,
dan Masya’ir”. (Fathul Majid, hlm: 230, penerbit: Dar Ibni Hazm)
3- Larangan bersafar
menuju tempat yang dianggap berkah kecuali tiga masjid.
Hal ini disebutkan di
dalam banyak hadits-hadits,
inilah di antaranya:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Tidak boleh bersafar (yakni menuju tempat yang dianggap berkah) kecuali menuju tiga masjid: masjidil harom, masjidil aqsho, dan msjidku”. (HR. Bukhori, no: 1197)
Larangan ini umum,
mengenai masjid atau tempat lainnya yang dianggap membawa berkah. Syaikh
Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh berkata: “Masuk di dalam larangan ini:
bersafar untuk menziarahi kubur-kubur dan petilasan-petilasan”. (Fathul Majid,
hlm: 234, penerbit: Dar Ibni Hazm)
Begitu pula yang difahami oleh para sahabat sebagaimana riwayat ini:
Dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Lalu aku bertemu dengan Abu Bashroh Al-Ghifari. Dia berkata: “Dari mana anda datang?” Aku menjawab: “Dari (bukit) Ath-Thuur”. Maka dia mengatakan: “Seandainya aku bertemu denganmu sebelum engkau pergi ke Ath-Thuur, niscaya engkau tidak akan pergi ke padanya. Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak boleh kendaraan digunakan (yakni bersafar menuju tempat yang dianggap berkah) kecuali menuju tiga masjid: masjidil harom, masjidku ini, dan masjid Iliya atau baitul maqdis”. (HR. Ahmad 6/7)
Setelah kita mengetahui semua ini, maka
sepantasnya kaum muslimin meninggalkan semua jenis kemusyrikan dan
sarana-sarana yang menghantarkan menuju kemusyrikan. WAllahul Musta’an (Hanya
Allah Tempat memohon pertolongan).