Gejolak Hati yang MeredamKetika ajal menjemput hanya ada dua jalan yang akan
ditempuh oleh diri anak manusia, yaitu : Mati didalam keadaan Khusnul Khatimah
ataukah sebaliknya yaitu mati dalam keadaan yang Suul Khatimah.
Dari kedua jalan itu adalah mustakhil untuk dapat ditawar-tawar lagi, kedua jalan itu Hukumnya adalah wajib dan pasti bagi setiap makhluk ciptaan Tuhan. sebab kematian itu merupakan keniscayaan, sekaligus pembenaran terhadap Firman Allah yang menyatakan :
" Setiap yang bernyawa pasti mengalami kematian "
Perlu kiranya diyaqini bahwa sesungguhnya diri anak manusia itu harus tunduk dan takluk pada kematian.
" Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya ia akan menemuinya, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan "
(QS. Al-Jumu'ah, ayat 8).
Disisi lain, kematian bisa dipandang sebagai peristiwa dahsyat dan menggetarkan jiwa. Kematian akan membuat diri anak manusia tercerabut dari segala kebahagiaan yang pernah direngkuhnya, membuat orang-orang yang gagah perkasa, para penguasa-penguasa, para raja dan masyarakat kecilpun sekalipun akan gemetar dan ketakutan dibuatnya.
Padahal sesungguhnya, kematian dekat adanya, sedekat dan semudah manusia menghirup dan mengeluarkan nafasnya didalam setiap detik kehidupan.
Rosulullah Saw mengingatkan kepada kita :
"Perbanyaklah oleh kalian mengingat sesuatu yang memutuskan kelezatan (Kematian), sebab barang siapa benci untuk bertemu dengan Allah, maka Allah akan bencipula untuk bertemu dengannya".
"Seandainya binatang ternak mengetahui kematian sebagaimana yang diketahui oleh manusia, maka kalian tidak akan dapat memakan dagingnya yang gemuk"
Maksudnya :
Ketika nafas tercekat ditenggorokan, jantung berhenti berdegub, manusia suka atau tidak suka, maka ia harus siap untuk diusung keliang lahat, ia akan dimasukkan kealam kubur untuk kemudian masuk kealam barzah.
Allah Swt, berfirman :
"Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun niscaya dia akan melihat (balasan)nya. dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula"
(QS. Az-Zalzalah, ayat 7 dan 8).
Kebaikan dan kejahatan dalam ukuran dzarrah disaksikan pelakunya tanpa ada rekayasa sedikitpun padanya.
Dzarrah yang terkandung dalam ayat ini bukan ukuran duniawi yang biasa dimanipulasi atau delihat dengan kaca mata pembesar. akan tetapi apa yang dimaksudkan dengan dzarrah itu manusia tidak akan pernah bisa melihatnya selama hidup.
Seharusnyalah manusia itu takut terhadap segala perbuatan yang pernah dilakukannya, terutama takut akan timbangan Allah yang tidak pernah salah dan tidak pernah ada padannannya dengan timbangan manusia dimuka bumi ini.
Bilamana manusia yang penciptaannya dalam bentuk atau ujud yang sebaik-baiknya ini jatuh kelembah kehinaan, atau melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari fitrah penciptaannya, neraka jahanamlah tempatnya kembali, sebagai mana yang Allah firmankan :
"Kami kembalikan dia ketempat serendah-rendahnya (Neraka)".
KEMATIAN DAN KEHIDUPAN
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diberikan rasa takut. namun demikian, fenomena takut terutama takut pada kematian hendaknya jangan sampai membuahkan prasangka buruk (Su'udhan) terhadap sang pencipta
Hendaknya setiap pikiran yang muncul adalah Allah maha mengetahui dan maha berkuasa atas segala sesuatunya, Ia tidak membutuhkan yang lain yang datangnya dari manusia, bahkan seluruh makhluk ciptaannya yang justru membutuhkan sesuatu dari-Nya.
Dia tegak berdiri dalam keadilan yang sempurna, mengatur makhluk dan alam raya ini dengan segala detailnya, tanpa ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya.
Pada Hakekatnya kematian dan kehidupan membentuk system yang runtut. Kematian bagi suatu kelompok tertentu, berarti lahan persemaian yang cocok bagi kehidupan kelompok yang lainnya.
Jasad yang mati tidak hanya terbujur sia-sia tanpa mamfaat, Ia tetap bermamfaat bagi munculnya tumbuhan atau makhluk hidup yang baru dengan demikian terjadilah system daur ulang yang runtut.
Dengan cara ini pula Allah melimpahkan rahmat kehidupan disepanjang zaman tanpa henti.
Dalam konteks ini, sekiranya manusia yang hidup seribu tahun lalu tidak mati, niscaya benih kehidupan tidak akan sampai kepada manusia yang hidup dimasa seperti sekarang ini.
Sebaliknya bila manusia yang hidup sekarang terus hidup sepanjang masa, kemungkinan akan adanya manusia yang lain dan lahir pada masa mendatang, tidak akan pernah ada, itulah ujud kebijaksanaan Allah Swt dalam mengatur kehidupan alam raya ini.
Maka tidaklah mengherankan, sebelum Khalifah Ali ra wafat akibat tebasan pedang musuhnya, Beliau berucap :
"Demi pemilik Ka'bah, sungguh beruntung Aku "
Beliau justru merindukan kematian dan memandang kematian sebagai keberuntungan dan bukan kemenangan. Hal itu dikarenakan landasan Iman dan taqwa disertai kukuhnya kepercayaan terhadap hari akhir atau kehidupan baru setelah mati.
Kepercayaan seperti itu tidak dimiliki oleh orang kafir, atheis, penganut paham materialis dan pesimistis, karna mereka memang menafikan akan adanya kehidupan setelah mati.
Mereka gelisah, galau dan bimbang, bahkan terkadang menyulut keinginan bunuh diri
Allah Swt berfirman :
"Apakah kalian mengira kami menciptakan kalian sia-sia, bahwa sesungguhnya kalian tidak akan dikembalikan kepada kami".
(QS. Al-Mu'min, ayat 115)
"Dan datanglah sakratul maut dengan sebenar-benarnya, itulah apa yang selalu kamu hindari dan kamu lari menjauhinya"
(QS. Qaaf, ayat 19)
Rosulullah Saw bersabda kepada Abdullah bin Umar ra :
" Bila engkau berada dipagi hari, maka janganlah dirimu berfikir waktu sore hari, bila engkau berada disore hari, maka janganlah berfikir tentang waktu pagi. Ambillah kehidupanmu untuk bekal matimu, mamfaatkanlah kesehatanmu untuk bekal sakitmu, karna sesungguhnya engkau wahai Abdullah, tidak mengetahui jadi apa engkau esok hari".
Secara lebih mendalam, takut terhadap kematian sebenarnya merupakan dampak dari perbuatan manusia yang lupa akan fitrah dan hakikat penciptaannya.
Allah Swt berfirman :
"Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku"
"Dan kamu telah dilalaikan oleh sikap bermegah-megahan, sampai kamu masuk kedalam kubur"
(QS. Adz-dzariyat, ayat 56)
Manusia takut kematian oleh karena mereka lalai dan lupa akan tujuan penciptaan dirinya, diantaranya karna terlampau asyik bermegah-megahan dengan harta dan kekayaan duniawi, kekayaan dipandang olehnya bisa membuat seseorang itu dihormati dan disegani.
Allah Swt berfirman :
"Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan didunia) itu"
(QS. At-Takatsur, ayat 8)
HIDUP CUMA SEKEJAB.
Jalan hidup dan kematian manusia itu sesungguhnya sudah digariskan, apabila rentan usia dimamfaatkan untuk berbuat maksiat dan kezaliman, niscaya tidak akan mendapatkan konpensasi apapun pada hari pembalasan kelak.
"Kehidupan manusia didunia ibarat hidup satu hari diakhirat".
(QS. Al-Mu'minun, ayat 113).
"Bahkan hanya sesaat saja"
(QS. Yunus, ayat 45)
Pada QS. Al-Mu'minun, ayat 114 menyatakan "Sebentar saja".
Apabila waktu didunia yang singkat ini diisi dengan perbuatan maksiat, sungguh tidak sebanding dengan siksa akhirat yang panjang, secara gamlang Nash Al-Qur'an itu menunjukkan, Iman merupakan faktor utama dari seluruh eksistensi manusia dalam menetapkan keberadaanya dialam akhirat.
Terputusnya Iman kepada Allah Swt, bermakna terputusnya amal sholeh yang menjadi tujuan penciptaan. Iman menjadi pokok kehidupan dan pilar segala bentuk kebaikan, dialah hubungan wujud insan yang fana, kecil dan terbatas, dengan sumber asal yang mutlak, azaly dan abadi yang menjadi pokok kehidupan semesta.
Kehidupan beriman merupakan puncak kebahagiaan yang tertinggi dan indah, beribadah berarti membebaskan manusia dari ritual penyembahan kepada yang selain dari pada-Nya, dan mengantarkan jiwa dalam rasa kebersamaan dengan sesama hamba Allah, tidak menundukkan dirinya kepada siapapun selain kepada Allah Swt, yang maha Esa lagi maha perkasa. Disitulah manusia merasakan kebebasan, keberadaan dan kemerdekaan hakikinya sebagai manusia.
Allah Swt, berfirman :
"Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran".
(QS. Al-Ashr, ayat 1 - 3 )
Inti surah tersebut mencerminkan manhaj kehidupan manusia yang dicita-citakan oleh Islam
meski termasuk surah yang pendek, namun mampu menetapkan dustur Islami secara total dan komprehensif.
Manusia beruntung adalah mereka yang memamfaatkan waktunya untuk beramal sholeh, jangankan melakukan perbuatan yang haram, yang mubahpun dijauhinya. mereka melakukannya dengan ikhlas dan tawaqqal demi menggapai ridho dan ampunan Allah, serta syurganya yang dijanjikan... dengan demikian masih beranikah kita untuk menyia-nyiakan waktu...?.
Bersegeralah bertarung dengan waktu (dunia) yang singkat dan rajutlah kembali hubungan mesra dengan-Nya dan berjuanglah dengan gigih untuk menegakkan Risalahnya.