Rabu, 15 Februari 2012

KH. Abdullah Gymnastiar (Bagian kedua)


Kisah Aa Gym

Lalu, siapakah Aa Gym yang ceramahnya mampu membuat ribuan jemaahnya mengucurkan air mata? Dan, bagaimana ia mengelola Pondok Pesantren Daarut Tauhid sehingga menjadi rujukan beberapa lembaga dari sejumlah negara asing?

Pada tahun 1980-an di Garut, Jawa Barat, di sebuah rumah yang tertata rapi, di sebuah dusun, tampak seorang lelaki muda tengah memperdalam pemahaman spiritual di bawah bimbingan ajengan Junaedi. Hanya dalam tiga hari, lelaki muda itu dinyatakan memiliki ilmu laduni (ilmu yang diberikan Allah Swt kepada hambanya yang beriman, tanpa melalui proses belajar). Untuk lebih meyakinkan ucapan gurunya, lelaki muda itu kembali melanjutkan perjalanan spiritualnya dengan berguru kepada beberapa ulama zuhud. Hasilnya sama, ia dinyatakan telah dikaruniai ma’rifatullah.

Lelaki yang bernama Abdullah Gymnastiar itu mengaku sering merasakan keajaiban yang sulit dicari penjelasannya. Setiap hari, dia mampu mengajar banyak orang dengan materi yang mengalir begitu saja. Saat materi tersebut di cek dengan kitab-kitab tafsir, ternyata isinya sama persis. “Terkadang saya mendapat ilmu baru tatkala sedang menyampaikan ceramah di hadapan jemaah,” ujarnya.

Berbekal ilmu laduni itu, ia mulai menyebarkan ajaran Islam kepada sesama manusia melalui pengajian dan ceramah, baik secara langsung maupun menggunakan media cetak dan elektronik. Langkah awal dakwahnya dimulai dengan membangun Yayasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid (DT). Ide pembentukan DT terilhami oleh keberhasilan gerakan Al-Arqom dari Malaysia yang sukses mengembangkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara Islami. Tapi, perbedaannya, DT tidak bersifat eksklusif seperti Al-Arqom. DT terbuka untuk semua orang.
DT, yang berarti perkampungan atau rumah bagi orang-orang yang bertekad mengabdi hanya kepada Allah Swt., dirintis dari usaha wiraswasta Aa Gym bersama teman-temannya melalui lembaga Keluarga Mahasiswa Islam Wiraswasta (KMIW) pada 1987. Saat itu, KMIW bergerak pada beberapa usaha kecil seperti pembuatan sticker, t-shirt, gantungan kunci, dan stationary yang dilengkapi slogan-slogan religius. Sebagian hasil usahanya digunakan untuk menopang dakwah, yaitu dalam bentuk pengajian rutin untuk remaja dan umum di bawah bimbingan Aa Gym.
 
Seiring dengan perkembangan usaha dan peningkatan jemaah pengajian, maka pada 1990 KMIW mendirikan DT di rumah orang tua Aa Gym. Beberapa waktu kemudian, DT pindah lokasi ke Jalan Gegerkalong Girang 38. Di lokasi baru yang berupa rumah pondokan dengan 20 kamar itu, ia menyewa dua kamar. Di sini gerakan dakwah lelaki penggemar warna putih itu mendapat tantangan berat. Sebab, lokasi itu dikenal sebagai markas “biang kerok” keresahan masyarakat. Dan, dengan keteguhan jiwa, akhirnya lelaki yang pintar beradaptasi dengan lingkungan itu berhasil mengontrak seluruh kamar yang ada. Bahkan, ia berhasil membeli rumah kontrakan tersebut langsung dari pemiliknya dengan harga Rp 100 juta.
Selanjutnya, pada 1993, ia memperbaiki markasnya dengan membangun gedung permanen berlantai tiga. Lantai satu digunakan untuk kegiatan perekonomian, lantai dua dan tiga dijadikan masjid. Masjid DT itu sering disebut masjid seribu tangan karena dibangun secara gotong royong oleh ribuan warga yang tinggal di sekitar tempat tersebut dan jemaah DT.

Usahanya berjalan lancar. Pada 1994, lelaki yang antirokok itu berhasil mendirikan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) DT untuk menopang dakwahnya. Dan, pada 1995, seorang jemaah membelikan sebidang tanah berikut bangunannya di Jalan Gegerkalong Girang 30 D, sekitar 50 meter dari masjid. Bangunan itu lalu digunakan sebagai kantor yayasan, kediaman pemimpin pondok, Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), ruang pertemuan, ruang produksi konveksi, gudang, dan kamar para santri.

Menjelang akhir tahun 1997, sarana dakwah dan perekonomian lelaki yang kurang suka pada pakaian batik itu bertambah lengkap setelah berdiri Gedung Kopontren empat lantai di seberang masjid. Gedung yang cukup representatif itu digunakan untuk kantor Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), penerbitan dan percetakan, swalayan dan mini market, warung telekomunikasi, pusat informasi, serta lain-lain.
Pada 1999, DT berhasil memiliki Radio Ummat yang mengudara sejak 9 Desember 1999, mendirikan CV House and Building (HNB), PT MQs (Mutiata Qolbun Salim), PT Tabloid MQ, Asrama Daarul Muthmainnah 2000, Radio Bening Hati, dan membangun Gedung Serba Guna. Sampai 1999, aset DT–yang semula tidak seberapa–telah bernilai Rp 6 miliar.

Usaha ekonomi yang berjalan sukses tersebut ternyata sangat membantunya dalam menjalankan misi DT sebagai fasilitator pengembangan seluruh aktivitas sosial, budaya, teknologi, dan pendidikan yang bernuansa Islam. Dan, kesuksesan usaha ekonomi DT itu tercapai karena pengelolaannya menggunakan sistem keuangan yang transparan, profesional, dan inovatif, ditambah kejujuran para santri. Sifat jujur para santri itu tak terlepas dari peran sentral Aa Gym dalam menggembleng mereka.

Dalam mendidik atau menyampaikan sebuah materi ajaran agama, ia senantiasa menekankan pentingnya pembenahan hati, atau yang sering disebut metode Manajemen Qalbu. Manajemen Qalbu adalah upaya untuk mengatur dan memelihara kebeningan hati dengan cara mengenal Allah. Salah satu caranya dengan berzikir. Selanjutnya, hati yang damai itu diisi dengan nilai-nilai rohani Islam seperti sabar, rida, tawakal, ikhlas, jujur, dan disertai dengan ikhtiar.

Menurut ustad yang tidak memiliki pembantu rumah tangga itu, hati adalah raja yang dapat membuat manusia melakukan apa saja. “Kita banyak amal, tapi kalau hatinya tidak ikhlas, ya tidak akan diterima,” ujarnya. Bagi Aa Gym yang fasih mendendangkan nasyid, itu suatu hal yang disampaikan dengan pikiran, maka hanya akan menyentuh pikiran. Sedangkan apa yang disampaikan dengan hati yang tulus, maka akan menyentuh relung hati pendengar yang paling dalam.

Pendapat itu terbukti kebenarannya. Sebab, di tiap pengajian yang ia adakan tiap minggu di DT, meskipun hanya membahas materi ringan ternyata mampu menyejukkan hati ribuan pendengarnya yang datang dari berbagai kota di Jawa Barat, bahkan Jakarta. Malah, ketika ia bernasyid atau memanjatkan doa, banyak jemaah yang tak kuasa membendung air matanya. “Terasa seperti sedang memutar rekaman film dari tingkah laku saya sendiri. Benar-benar menyentuh hati ceramahnya,” ujar salah seorang santrinya.

Selain diajari Manajemen Qalbu, para santri DT yang jumlahnya lebih dari lima ribu orang itu juga harus mengikuti program Santri Quantum. Program ini dirancang khusus untuk meningkatkan dan melipatgandakan kemampuan otak dalam berpikir. Sebagai pelengkap, para santri juga digembleng kemampuan fisiknya, sehingga daya tahan (endurance) mereka dalam aktivitas hidup sehari-hari bisa optimal. “Di sini, seseorang dilatih untuk menjadi dirinya sendiri,” ujarnya dengan mantap.

Metode pendidikan ala Aa Gym itu berjalan sukses karena dalam pelaksanaannya dijalankan dengan disiplin yang ketat. Bila ada santri yang salah, ia tak segan-segan menjatuhkan sanksi. Biasanya, sanksi diberikan sesuai dengan kemampuan orangnya, misalnya disuruh push up.

Secara umum, metode pendidikan yang menekankan arti penting zikir, pikir, dan ikhtiar itu banyak menarik minat lembaga lain untuk mempelajarinya. Misalnya, ada salah satu kesatuan TNI AD yang mengikuti pendidikan di pesantren itu selama satu bulan. Hasilnya, disiplin mereka tidak kaku seperti robot lagi, tapi berubah menjadi disiplin yang memiliki roh. Bahkan, banyak prajurit yang menjadi rajin mengerjakan salat dan mulai meninggalkan kebiasaan merokok.

Juga ada beberapa lembaga dari luar negeri, seperti dari Australia, Jepang, Mesir dan Singapura, yang pernah melakukan studi banding tentang resep sukses DT. Dan, kini, pengajian atau ceramah Aa Gym tidak lagi hanya diadakan di Bandung dan Jakarta, tapi telah merambah ke kota-kota lain seperti Semarang, Yogyakarta, Batam, dan Padang. Malah, ke luar negeri.

Selain terus berupaya meningkatkan kualitas para santrinya, Aa Gym yang semasa remaja menjadi penggemar musik country itu juga sangat peduli pada kebersihan, keamanan, dan ketenteraman lingkungan sekitarnya. Untuk masalah kebersihan, ia yang siap melayani umatnya kapan saja, itu tak segan-segan memungut kertas permen yang berserakkan di lingkungannya untuk dibuang ke tempat sampah. Dan, ia menugaskan para santrinya untuk membersihkan lingkungan pesantren dari segala macam sampah setiap hari Sabtu.

Sedangkan untuk membersihkan Bandung dari perbuatan maksiat dan perjudian, Aa Gym bersama Satuan Santri Siap Guna tidak segan-segan turun langsung ke lapangan guna mengingatkan para penjudi dan pelaku maksiat lainnya.

Keberaniannya tersebut ternyata membuatnya sering dimusuhi para bandar judi. Tapi, semua itu tak membuatnya menyurutkan langkah dalam memerangi maksiat. Sebaliknya upayanya ternyata berdampak positif. Kini, kawasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid menjadi kawasan bebas rokok dan wilayah teraman dan terbaik se-Jawa Barat.

Pria bertubuh ramping dengan sorot mata tajam itu terkenal murah senyum. Sejak SMA, naluri bisnisnya telah berkibar. Saat itu, ia pernah berjualan roti, koran, film, dan membuat percetakan.
Moto hidupnya adalah berprestasi bagi dunia dan akhirat. Ia u menikah dengan Ninih Mutmainah M dan kini telah dikarunia enam anak, yaitu Ghaida Tsuraya, M. Ghazali Al-Ghifari, Ghina Rauddathul Jannah, Ghaitsa Shofa, Ghefira Nur Fatimah, dan M. Ghaza Al-Ghazali.

Sebagai orang yang super sibuk, ia menerapkan manajemen keseimbangan. Menurutnya, segalanya harus diukur secara proporsional. Sebab, setiap ketidakseimbangan adalah kezaliman, sedangkan kezaliman dilarang oleh Islam. “Sesibuk apa pun, menimang dan bercengkerama dengan anak harus dilakukan,” ujarnya.

Dalam mendidik putra-putrinya, penggemar kegiatan membaca itu selalu menekankan arti penting kejujuran dan keikhlasan. Maksudnya, agar kita menjadi insan bertakwa dan berprestasi. Atau, siapa tahu, mendapat karunia ilmu laduni seperti Aa Gym?