Kisah Aa Gym
Lalu, siapakah Aa Gym yang
ceramahnya mampu membuat ribuan jemaahnya mengucurkan air mata? Dan, bagaimana
ia mengelola Pondok Pesantren Daarut Tauhid sehingga menjadi rujukan beberapa
lembaga dari sejumlah negara asing?
Pada tahun 1980-an di Garut, Jawa
Barat, di sebuah rumah yang tertata rapi, di sebuah dusun, tampak seorang
lelaki muda tengah memperdalam pemahaman spiritual di bawah bimbingan ajengan
Junaedi. Hanya dalam tiga hari, lelaki muda itu dinyatakan memiliki ilmu laduni
(ilmu yang diberikan Allah Swt kepada hambanya yang beriman, tanpa melalui
proses belajar). Untuk lebih meyakinkan ucapan gurunya, lelaki muda itu kembali
melanjutkan perjalanan spiritualnya dengan berguru kepada beberapa ulama zuhud.
Hasilnya sama, ia dinyatakan telah dikaruniai ma’rifatullah.
Lelaki yang bernama Abdullah
Gymnastiar itu mengaku sering merasakan keajaiban yang sulit dicari
penjelasannya. Setiap hari, dia mampu mengajar banyak orang dengan materi yang
mengalir begitu saja. Saat materi tersebut di cek dengan kitab-kitab tafsir,
ternyata isinya sama persis. “Terkadang saya mendapat ilmu baru tatkala sedang
menyampaikan ceramah di hadapan jemaah,” ujarnya.
Berbekal ilmu laduni itu, ia mulai
menyebarkan ajaran Islam kepada sesama manusia melalui pengajian dan ceramah,
baik secara langsung maupun menggunakan media cetak dan elektronik. Langkah
awal dakwahnya dimulai dengan membangun Yayasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid
(DT). Ide pembentukan DT terilhami oleh keberhasilan gerakan Al-Arqom dari
Malaysia yang sukses mengembangkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari secara Islami. Tapi, perbedaannya, DT tidak bersifat eksklusif
seperti Al-Arqom. DT terbuka untuk semua orang.
DT, yang berarti perkampungan atau
rumah bagi orang-orang yang bertekad mengabdi hanya kepada Allah Swt., dirintis
dari usaha wiraswasta Aa Gym bersama teman-temannya melalui lembaga Keluarga
Mahasiswa Islam Wiraswasta (KMIW) pada 1987. Saat itu, KMIW bergerak pada
beberapa usaha kecil seperti pembuatan sticker, t-shirt, gantungan kunci, dan
stationary yang dilengkapi slogan-slogan religius. Sebagian hasil usahanya
digunakan untuk menopang dakwah, yaitu dalam bentuk pengajian rutin untuk
remaja dan umum di bawah bimbingan Aa Gym.
Seiring dengan perkembangan usaha
dan peningkatan jemaah pengajian, maka pada 1990 KMIW mendirikan DT di rumah
orang tua Aa Gym. Beberapa waktu kemudian, DT pindah lokasi ke Jalan
Gegerkalong Girang 38. Di lokasi baru yang berupa rumah pondokan dengan 20
kamar itu, ia menyewa dua kamar. Di sini gerakan dakwah lelaki penggemar warna
putih itu mendapat tantangan berat. Sebab, lokasi itu dikenal sebagai markas
“biang kerok” keresahan masyarakat. Dan, dengan keteguhan jiwa, akhirnya lelaki
yang pintar beradaptasi dengan lingkungan itu berhasil mengontrak seluruh kamar
yang ada. Bahkan, ia berhasil membeli rumah kontrakan tersebut langsung dari
pemiliknya dengan harga Rp 100 juta.
Selanjutnya, pada 1993, ia
memperbaiki markasnya dengan membangun gedung permanen berlantai tiga. Lantai
satu digunakan untuk kegiatan perekonomian, lantai dua dan tiga dijadikan
masjid. Masjid DT itu sering disebut masjid seribu tangan karena dibangun
secara gotong royong oleh ribuan warga yang tinggal di sekitar tempat tersebut
dan jemaah DT.
Usahanya berjalan lancar. Pada 1994,
lelaki yang antirokok itu berhasil mendirikan Koperasi Pondok Pesantren
(Kopontren) DT untuk menopang dakwahnya. Dan, pada 1995, seorang jemaah
membelikan sebidang tanah berikut bangunannya di Jalan Gegerkalong Girang 30 D,
sekitar 50 meter dari masjid. Bangunan itu lalu digunakan sebagai kantor
yayasan, kediaman pemimpin pondok, Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) dan Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA), ruang pertemuan, ruang produksi konveksi, gudang,
dan kamar para santri.
Menjelang akhir tahun 1997, sarana
dakwah dan perekonomian lelaki yang kurang suka pada pakaian batik itu
bertambah lengkap setelah berdiri Gedung Kopontren empat lantai di seberang
masjid. Gedung yang cukup representatif itu digunakan untuk kantor Baitul Mal
wat-Tamwil (BMT), penerbitan dan percetakan, swalayan dan mini market, warung
telekomunikasi, pusat informasi, serta lain-lain.
Pada 1999, DT berhasil memiliki
Radio Ummat yang mengudara sejak 9 Desember 1999, mendirikan CV House and
Building (HNB), PT MQs (Mutiata Qolbun Salim), PT Tabloid MQ, Asrama Daarul
Muthmainnah 2000, Radio Bening Hati, dan membangun Gedung Serba Guna. Sampai
1999, aset DT–yang semula tidak seberapa–telah bernilai Rp 6 miliar.
Usaha ekonomi yang berjalan sukses
tersebut ternyata sangat membantunya dalam menjalankan misi DT sebagai
fasilitator pengembangan seluruh aktivitas sosial, budaya, teknologi, dan
pendidikan yang bernuansa Islam. Dan, kesuksesan usaha ekonomi DT itu tercapai
karena pengelolaannya menggunakan sistem keuangan yang transparan, profesional,
dan inovatif, ditambah kejujuran para santri. Sifat jujur para santri itu tak
terlepas dari peran sentral Aa Gym dalam menggembleng mereka.
Dalam mendidik atau menyampaikan
sebuah materi ajaran agama, ia senantiasa menekankan pentingnya pembenahan
hati, atau yang sering disebut metode Manajemen Qalbu. Manajemen Qalbu adalah
upaya untuk mengatur dan memelihara kebeningan hati dengan cara mengenal Allah.
Salah satu caranya dengan berzikir. Selanjutnya, hati yang damai itu diisi dengan
nilai-nilai rohani Islam seperti sabar, rida, tawakal, ikhlas, jujur, dan
disertai dengan ikhtiar.
Menurut ustad yang tidak memiliki
pembantu rumah tangga itu, hati adalah raja yang dapat membuat manusia
melakukan apa saja. “Kita banyak amal, tapi kalau hatinya tidak ikhlas, ya
tidak akan diterima,” ujarnya. Bagi Aa Gym yang fasih mendendangkan nasyid, itu
suatu hal yang disampaikan dengan pikiran, maka hanya akan menyentuh pikiran.
Sedangkan apa yang disampaikan dengan hati yang tulus, maka akan menyentuh
relung hati pendengar yang paling dalam.
Pendapat itu terbukti kebenarannya.
Sebab, di tiap pengajian yang ia adakan tiap minggu di DT, meskipun hanya
membahas materi ringan ternyata mampu menyejukkan hati ribuan pendengarnya yang
datang dari berbagai kota di Jawa Barat, bahkan Jakarta. Malah, ketika ia
bernasyid atau memanjatkan doa, banyak jemaah yang tak kuasa membendung air
matanya. “Terasa seperti sedang memutar rekaman film dari tingkah laku saya
sendiri. Benar-benar menyentuh hati ceramahnya,” ujar salah seorang santrinya.
Selain diajari Manajemen Qalbu, para
santri DT yang jumlahnya lebih dari lima ribu orang itu juga harus mengikuti
program Santri Quantum. Program ini dirancang khusus untuk meningkatkan dan
melipatgandakan kemampuan otak dalam berpikir. Sebagai pelengkap, para santri
juga digembleng kemampuan fisiknya, sehingga daya tahan (endurance) mereka
dalam aktivitas hidup sehari-hari bisa optimal. “Di sini, seseorang dilatih
untuk menjadi dirinya sendiri,” ujarnya dengan mantap.
Metode pendidikan ala Aa Gym itu
berjalan sukses karena dalam pelaksanaannya dijalankan dengan disiplin yang
ketat. Bila ada santri yang salah, ia tak segan-segan menjatuhkan sanksi.
Biasanya, sanksi diberikan sesuai dengan kemampuan orangnya, misalnya disuruh push
up.
Secara umum, metode pendidikan yang
menekankan arti penting zikir, pikir, dan ikhtiar itu banyak menarik minat
lembaga lain untuk mempelajarinya. Misalnya, ada salah satu kesatuan TNI AD
yang mengikuti pendidikan di pesantren itu selama satu bulan. Hasilnya,
disiplin mereka tidak kaku seperti robot lagi, tapi berubah menjadi disiplin
yang memiliki roh. Bahkan, banyak prajurit yang menjadi rajin mengerjakan salat
dan mulai meninggalkan kebiasaan merokok.
Juga ada beberapa lembaga dari luar
negeri, seperti dari Australia, Jepang, Mesir dan Singapura, yang pernah
melakukan studi banding tentang resep sukses DT. Dan, kini, pengajian atau
ceramah Aa Gym tidak lagi hanya diadakan di Bandung dan Jakarta, tapi telah
merambah ke kota-kota lain seperti Semarang, Yogyakarta, Batam, dan Padang.
Malah, ke luar negeri.
Selain terus berupaya meningkatkan
kualitas para santrinya, Aa Gym yang semasa remaja menjadi penggemar musik
country itu juga sangat peduli pada kebersihan, keamanan, dan ketenteraman
lingkungan sekitarnya. Untuk masalah kebersihan, ia yang siap melayani umatnya
kapan saja, itu tak segan-segan memungut kertas permen yang berserakkan di
lingkungannya untuk dibuang ke tempat sampah. Dan, ia menugaskan para santrinya
untuk membersihkan lingkungan pesantren dari segala macam sampah setiap hari
Sabtu.
Sedangkan untuk membersihkan Bandung
dari perbuatan maksiat dan perjudian, Aa Gym bersama Satuan Santri Siap Guna
tidak segan-segan turun langsung ke lapangan guna mengingatkan para penjudi dan
pelaku maksiat lainnya.
Keberaniannya tersebut ternyata
membuatnya sering dimusuhi para bandar judi. Tapi, semua itu tak membuatnya
menyurutkan langkah dalam memerangi maksiat. Sebaliknya upayanya ternyata
berdampak positif. Kini, kawasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid menjadi kawasan
bebas rokok dan wilayah teraman dan terbaik se-Jawa Barat.
Pria bertubuh ramping dengan sorot
mata tajam itu terkenal murah senyum. Sejak SMA, naluri bisnisnya telah
berkibar. Saat itu, ia pernah berjualan roti, koran, film, dan membuat percetakan.
Moto hidupnya adalah berprestasi
bagi dunia dan akhirat. Ia u menikah dengan Ninih Mutmainah M dan kini telah
dikarunia enam anak, yaitu Ghaida Tsuraya, M. Ghazali Al-Ghifari, Ghina
Rauddathul Jannah, Ghaitsa Shofa, Ghefira Nur Fatimah, dan M. Ghaza Al-Ghazali.
Sebagai orang yang super sibuk, ia
menerapkan manajemen keseimbangan. Menurutnya, segalanya harus diukur secara
proporsional. Sebab, setiap ketidakseimbangan adalah kezaliman, sedangkan
kezaliman dilarang oleh Islam. “Sesibuk apa pun, menimang dan bercengkerama
dengan anak harus dilakukan,” ujarnya.
Dalam mendidik putra-putrinya,
penggemar kegiatan membaca itu selalu menekankan arti penting kejujuran dan
keikhlasan. Maksudnya, agar kita menjadi insan bertakwa dan berprestasi. Atau,
siapa tahu, mendapat karunia ilmu laduni seperti Aa Gym?