Oleh:
Adi Aprianto (Mahasiswa Ma’had Ali Al-Imam Asy-Syafii Jember)
Bukan
sesuatu yang asing lagi di telinga kita apabila kita mendengar ada orang yang
berkata, “Aku ikhlas kok!” atau “Kerjanya yang ikhlas ya!”, tapi apakah
kita pernah bertanya kepada diri kita apa sebenarnya ikhlas itu? Apakah yang
kita pahami tentang ikhlas itu sama dengan yang dimaksud oleh Allah dan
RasulNya? Oleh karena itu, pada edisi perdana ini kita akan mencoba mempelajari
makna ikhlas yang benar dan beberapa hal yang berhubungan dengannya.
Makna
ikhlas
Ikhlas
adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan mengharap
pahala dariNya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap balasan dari
Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Imam Ibnul Qayyim
menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau
keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa ikhlas
adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk
pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: ”Hanya
kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan”.
Urgensi
Ikhlas
Ikhlas
dalam beramal memiliki peranan yang sangat penting, karena ia adalah
syarat diterimanya amal tersebut, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Dan
tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas
menaatiNya semata-mata karena (menjalankan ) agama, dan juga agar menegakkan
shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus dan
benar” (QS. Al-Bayyinah :5). Oleh sebab itu, apabila seseorang tidak ikhlas
dan dia beramal hanya untuk tujuan-tujuan dunia, maka ini adalah pertanda
kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya
menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang
artinya: “Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami
jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan” (QS Al-Furqan: 23). Di
dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesunggunhnya
Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang
mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku
tinggalkan dia dan sekutunya” (HR. Muslim).
Petunjuk
Alqur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
ikhlas
Kalau
kita duduk sejenak untuk mentadaburi ayat-ayat Allah dan Hadits Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam, niscaya kita akan mendapatkan banyak sekali ayat dan
hadits yang memerintahkan kita untuk ikhlas di dalam beramal, diantaranya
adalah firman Allah pada surat Adz-Dzariyat: 56 yang artinya: “Dan tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja”.
Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang tujuan diciptakannya manusia dan
jin, yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah semata, ini berarti semua amal
yang kita lakukan haruslah murni hanya untuk Allah bukan untuk selainNya.
Begitu juga firman Allah yang artinya: “Katakanlah, (wahai Muhammad ) hanya
Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepadaNya dalam menjalankan
agamaku” (QS. Az-Zumar: 14). Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada
nabiNya untuk menyatakan keikhlasan di dalam ibadah, maka perintah kepada rasul
merupakan perintah kepada umatnya pula.
Adapun
hadits-hadits Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wa sallam- yang berkaitan dengan
ikhlas sangatlah banyak, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin
Al-Khattab, beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung dari pada
niatnya dan balasan yang akan diperoleh seseorang tergantung dari apa yang ia
niatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan rasulNya maka
hijrahnya itu akan menuju Allah dan rasulNya dan barang siapa yang berhijrah
untuk dunia yang dia cari atau wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya itu
akan tertuju untuk apa yang ia inginkan”. (HR. Bukhari dan Muslim). Di
dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
balasan orang-orang yang berbuat amal karena Allah, yaitu Allah akan menerima
amalnya. Adapun orang-orang yang beramal untuk selainNya maka terkadang Allah
akan memberi sesuai dengan yang ia inginkan namun ia tidak akan mendapatkan
pahala dari Allah.
Hal-hal
yang dapat merusak ikhlas.
Setan
adalah musuh terbesar manusia. Setan tidak akan pernah membiarkan manusia
melakukan suatu amal kebaikan melainkan dia akan berusaha untuk merusak amalan
tersebut. Begitulah yang terjadi jika seseorang berusaha untuk megikhlaskan
ibadahnya, maka disitulah setan akan berusaha untuk membuat manusia tidak
ikhlas. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim haruslah mengetahui
tipuan-tipuan setan sehingga kita tidak terjebak di dalamnya karena barangsiapa
yang tidak mengetahui tipuan-tipuan tersebut maka dia akan terjatuh di
dalamnya.
Diantara
hal-hal yang dapat merusak keikhlasan seseorang adalah :
1.
Riya’
Yang
dimaksud dengan riya’ adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan orang
lain melihatnya dan memujinya. Perbuatan seperti ini adalah termasuk pembatal
keikhlasan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat mengkhawatirkan jika umatnya terjatuh dalam perbuatan tersebut,
sebagaimana sabda beliau yang artinya : “Sesungguhnya hal yang paling aku
takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya : ‘Apakah
syirik kecil itu wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil
itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal
perbuatannya Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya’,
‘Pergilah kalian kepada apa-apa yang membuat kalian berbuat riya’, maka
lihatlah apakah kalian mandapat balasan dari mereka’” (HR. Ahmad ).
Di
dalam hadits ini kita mendapati bagaimana besarnya kasih sayang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada umatnya sehingga beliau menerangkan apa-apa yang
membahayakan umatnya di dunia dan di akhirat. Pada hadits ini pula kita
dapat mengetahui bahaya riya’, yaitu pelakunya tidak akan mendapatkan balasan
dari Allah, bahkan Allah menyuruh mereka untuk pergi kepada apa-apa yang
menyebabkan mereka berbuat riya’. Apabila mereka beramal karena ingin dilihat oleh
teman-temannya dan ingin disebut sebagai orang yang alim, maka Allah akan
menyuruhnya untuk pergi kepada teman-temannya tersebut untuk meminta balasan
dari amalnya, maka tidaklah mungkin teman-temannya itu akan dapat memberi
balasan kepadanya. Bahkan teman-temannya itupun membutuhkan pahala dari Allah.
Oleh
sebab itu, hendaklah kita berhati-hati terhadap perbutan riya’ dan selalu
meminta pertolongan Allah agar tidak terjatuh kepada perbuatan tersebut.
2.
Sum’ah
Adapun
yang dimaksud dengan sum’ah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang
lain mendengar amalnya tersebut lalu memujinya. Maka bahaya sum’ah sama dengan
bahaya riya’ dan pelakunya terancam tidak akan mendapatkan balasan dari Allah,
bahkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang
memperdengarkan amalannya maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan
barang siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka niatnya di
hadapan manusia” (HR. Bukhari dan Muslim)
3.
Ujub
Yang
dimaksud dengan ujub adalah seseorang berbangga diri dengan amal-amalnya. Para
ulama menerangkan bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang,
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ujub
sebagai hal-hal yang membinasakan. Beliau bersabda yang artinya: “Hal-hal
yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang dengan dirinya, kikir
yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti” (HR. Al-Bazzar ). Maka
hendaklah kita berhati-hati dari ujub dan menyadari bahwa segala amal shalih
yang kita lakukan adalah rahmat dari Allah kepada kita, dan bukan semata-mata
karena usaha kita. Kita memohon kepada Allah agar menjauhkan diri kita dari
penyakit-penyakit yang merusak keikhlasan dan agar Allah menerima amal shalih
yang kita lakukan.
Untaian
mutiara hikmah tentang ikhlas
Imam
Sufyan Ats Tsauri-Rahimahullah- berkata “Sesuatu yang paling sulit
bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia
berubah-ubah”. Sebagian ulama berkata, ”Ikhlas sesaat akan membuahkan
keselamatan yang abadi”, Ibnul Qoyyim-Rahimahullah- berkata, “Tidak
akan berkumpul keikhlasan di dalam hati seseorang dengan kecintaan untuk dipuji
dan disanjung serta keinginan untuk mendapatkan apa-apa yang ada di sisi
manusia, kecuali sebagaimana berkumpulnya api dan air atau kadal gurun dan ikan.”
Imam Ibnul Mubarak berkata, “Betapa banyak amal yang sepele menjadi besar
dikarenakan niat -yang benar-, dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil
karena niat -yang salah-.
Setelah
kita mengetahui bahwa ikhlas bukanlah hanya sekedar ucapan ‘Saya ikhlas’ dan
bukan hanya sekedar tulus dalam memberi dan tanpa pamrih, maka marilah kita
bertanya kepada diri kita sekarang “Sudahkah kita ikhlas dalam beramal?”,
“Sudahkan kita terhindar dari hal-hal yang mengotori amal kita?” Bila
jawabannya adalah ‘sudah’, maka wajib bagi kita untuk bersyukur dan terus
berusaha untuk istiqamah, adapun apabila jawabannya ‘belum’ maka hendaklah kita
berusaha memperbaiki hati dan memohon taufik serta hidayah dari Allah
supaya menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.
Wa
shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajma’iin.