Oleh: Ustadz Abu Ahmad Said Yai
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan
diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan
mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang
yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika
kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan
yang patut diutamakan.” (QS Âli ‘Imrân : 186)
Tafsir Ringkas
Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di
berkata, “Allah ta’âla mengabarkan dan mengatakan kepada orang-orang mukmin
bahwa mereka akan diuji pada harta mereka dengan mengeluarkan nafkah-nafkah
yang wajib dan juga yang sunnah serta dengan kehilangan harta mereka untuk
(beribadah/berjuang) di jalan Allah. (Mereka juga akan diuji) pada diri-diri
mereka dengan berbagai hal yang berat yang dibebankan oleh banyak manusia.
(Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati) berupa celaan terhadap diri-diri, agama, Kitab dan Rasul kalian…Oleh karena itu, Allah berkata, ‘(Jika kamu bersabar dan bertakwa)‘ maknanya adalah jika kalian bersabar atas apa-apa yang kalian dapatkan pada harta dan diri kalian berupa ujian, cobaan dan gangguan dari orang-orang yang zolim, serta kalian dapat bertakwa kepada Allah di dalam kesabaran itu dengan meniatkannya untuk mengharap wajah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan kalian tidak melampaui batas kesabaran yang ditentukan oleh syariat yang mana pada saat itu tidak dihalalkan menghadapinya hanya dengan kesabaran, tetapi harus dengan membalas perlakuan musuh-musuh Allah.
(Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan)
artinya itu termasuk urusan yang harus didahulukan dan saling berlomba-lomba
untuk meraihnya. Tidaklah ada yang diberi taufik untuk dapat melakukan hal ini
kecuali orang-orang yang memiliki tekad kuat dan semangat tinggi sebagaimana
firman Allah ta’âla, (artinya): ‘Sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.’
Sebab Turunnya Ayat (sababun-nuzûl)
Sebagian ayat-ayat Al-Qur’ân
memiliki sebab mengapa ayat tersebut diturunkan. Ayat ini diturunkan
berhubungan dengan kisah yang terjadi di pemukiman Al-Hârits bin
Al-Khazraj (Madinah) sebelum terjadinya perang Badar.
Kaum muslimin ketika itu sedang
berkumpul dengan kaum musyrikin dan orang-orang Yahudi. Datanglah
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam ke tempat itu dan memberi
salam. Di majlis itu ada ‘Abdullâh bin Ubai bin Salûl, dia berkata, “Janganlah
kalian mengotori kami!” Rasulûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun
mengajak mereka untuk masuk ke dalam Islam dan membacakan Al-Qur’an kepada
mereka. ‘Abdullâh bin Ubai menyahut, “Wahai lelaki! Apa yang engkau katakan
bukanlah sesuatu yang bagus. Jika itu adalah sesuatu yang hak, maka
Janganlah kamu mengganggu kami dengan perkataan itu! Kembalilah ke hewan
tungganganmu! Barang siapa mendatangimu, maka ceritakanlah perkataan itu!”
Perkataan itu sangat menyakitkan
hati kaum muslimin, sehingga terjadilah pertengkaran di majlis itu antara
orang-orang muslimin dengan orang-orang kafir. Akhirnya, Rasûlullâh shallallâhu
‘alaihi wa sallam pun menenangkan mereka. Setelah mereka tenang
Rasûlullullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun kembali ke tunggangannya
dan pergi. Setelah itu Allah menurunkan ayat ini yang berisi perintah untuk
bersabar atas gangguan-gangguan orang-orang kafir.
Penjabaran dan tafsir ayat
Ujian adalah sunnah kauniyah
(ketetapan Allah yang pasti akan terjadi) untuk setiap muslim
Allah subhânahu wa ta’âla berfirman:
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan
diuji terhadap hartamu dan dirimu.”
Ujian adalah sunnah kauniyah
untuk setiap muslim. Seorang muslim tidak mungkin mengelak dari ujian tersebut.
Oleh karena itu, Allah memberi dua penekanan pada ayat ini dengan firman-Nya “kamu sungguh sungguh dan benar-benar akan diuji.”
Al-Mufassir Ibnu Katsir berkata, “Firman Allah
(Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu) seperti
firman-Nya: (Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn’).
Seorang mukmin pasti akan diuji pada sesuatu dari harta, jiwa, anak dan
keluarganya.“
Allah subhânahu wata’âla juga berfirman:
Artinya: “Demikianlah, apabila Allah
menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji
sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain.” (QS Muhammad : 4)
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda:
Artinya: “Demi yang jiwaku berada di
tangannya! Dunia ini tidak akan fana, kecuali setelah ada seseorang yang
melewati sebuah kuburan dan merenung lama di dekatnya seraya berkata,
‘Seandainya aku dulu seperti penghuni kubur ini, tidak ada yang dirasakan pada
agamanya kecuali hanya ujian saja.’
Kuatnya iman dan besarnya ujian selalu
berbanding lurus
Semakin kuat keimanan seseorang, maka
ujian yang akan diberikan oleh Allah akan semakin besar. Rasulûllâh shallallâhu
‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Sa’d bin Abî Waqqâsh radhiallâhu
‘anhu:
Artinya: “Ya Rasûlullâh! Manusia
manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi kemudian
orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan
diuji sesuai kadar keberagamaannya. Jika agamanya kuat maka akan ditambahkan
ujian itu. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar keberagamaannya.” Beliau
shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya besarnya
pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allah mencintai
suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Barang siapa yang rida dengan ujian itu
maka ia akan mendapat keridaan-Nya. Barang siapa yang membencinya maka ia akan
mendapatkan kebencian-Nya.”
Mengapa Allah mengabarkan bahwa
ujian ini pasti akan terjadi?
Ada beberapa faidah yang bisa kita
“petik” dari pengabaran itu, di antaranya:
- Kita akan mengetahui bahwa ujian tersebut mengandung hikmah Allah ta’âla. Dengan hikmah itu, Allah membedakan muslim yang benar keimanannya dengan yang tidak.
- Kita akan mengetahui bahwa Allah-lah yang mentakdirkan ini semua.
- Kita akan bersiap-siap untuk menghadapi ujian itu dan akan bisa bersabar serta akan merasakan keringanan dalam menghadapinya.
Ujian tidak hanya dengan sesuatu
yang buruk
Allah tidak hanya menguji seseorang
dengan sesuatu yang buruk. Akan tetapi, Allah juga menguji seseorang dengan
sesuatu yang baik. Allah subhanahu wa ta’âla berfirman:
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan Hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.” (QS Al-Anbiyâ’ : 35)
Terkadang seorang muslim apabila
ditimpa dengan musibah dan kesusahan, maka dia dapat bersabar. Akan tetapi,
begitu dia diberikan kenikmatan yang berlebih maka terkadang dia tidak bisa
“lulus” dari ujian tersebut. ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiallâhu ‘anhu
pernah berkata:
Artinya: “Kami diuji dengan
kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan
kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat dan kami pun tidak dapat bersabar.”
Ujian itu adalah rahmat dari Allah
Ujian yang diberikan oleh Allah
adalah rahmat kepada seluruh manusia terlebih lagi untuk kaum muslimin.
Allah subhânahu wa ta’âla berfirman:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kami
benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad
dan bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal
ihwalmu.” (QS Muhammad : 31)
Dengan adanya ujian itu, akan tampak
orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak. Ini adalah rahmat dari Allah.
Allah subhânahu wata’âla berfirman:
Artinya: “Apakah manusia itu mengira
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka
tidak diuji lagi?” (QS Al-’Ankabût : 2)
Ujian yang lebih berat dari harta
dan jiwa
Ternyata ada ujian yang lebih berat
dari ujian pada harta dan jiwa. Apakah ujian tersebut?
Allah subhânahu
wa ta’âla berfirman:
Artinya: “Dan (juga) kamu
sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu
dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati.”
Dengan penggalan ayat tersebut kita
dapat menjawab pertanyaan di atas. Ujian yang lebih berat dari hal-hal tersebut
adalah ujian pada agama kita.
Kalau kita memperhatikan makna ayat
yang kita bahas ini, maka kita akan menemukan bahwa Allah mengurutkan
ujian-ujian tersebut dari yang lebih ringan ke yang lebih berat. Ujian pada
harta lebih ringan daripada ujian pada jiwa. Ujian pada jiwa lebih ringan
daripada ujian pada agama. Seseorang bisa saja memiliki harta yang melimpah dan
badan yang sangat sehat, tetapi jika dia keluar dari agama Islam karena tidak
tahan dengan cemohan orang-orang kafir, maka ini adalah sesuatu kerusakan yang
besar baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang-orang kafir tidak akan
berhenti mengganggu kaum muslimin
Gangguan dari orang-orang kafir, baik
berupa ejekan maupun tindakan fisik, pasti akan terus ada.
Allah subhânahu
wa ta’âla berfirman:
Artinya: “Sebahagian besar ahli
Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri,
setelah nyata bagi mereka kebenaran, maka maafkanlah dan biarkanlah mereka,
sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah : 109)
Dan juga firman-Nya:
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
‘Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)’. Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah : 120)
Hakikat ahlul-kitâb berbeda berbeda
dengan orang-orang musyrik
Dari ayat di atas, Allah subhânahu
wa ta’âla membedakan antara ahlulkitâb (Yahudi dan Nasrani) dengan
kaum musyrikin. Ini menunjukkan bahwa hakikat dari Ahlul-kitâb dan
musyrikin itu berbeda. Meskipun mereka berbeda, mereka tetap memiliki kesamaan
yaitu kesamaan dalam kekafiran. Tempat kembali mereka di akhirat nanti
adalah neraka –na’udzu billah min dzalik-.
Cara yang diajarkan oleh Allah untuk
menghadapi segala ujian
Allah tidak akan melalaikan
hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, Allah juga mengajarkan kepada kaum muslimin
bagaimana cara menghadapi ujian tersebut.
Allah subhânahu wa ta’âla berfirman:
Artinya: “Jika kamu bersabar dan
bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan.”
Menghadapi semua ujian harus dengan
kesabaran dan ketakwaan. Hukum bersabar dan bertakwa dalam menghadapi ujian
bukanlah sunnah, tetapi itu adalah sesuatu yang wajib dikerjakan oleh semua
muslim.
Penyebutan kesabaran yang
berdampingan dengan ketakwaan di dalam Al-Qur’an
Setidaknya, di Al-Qur’an ada enam
tempat dimana Allah menggabungkan kata kesabaran dan ketakwaan dalam konteks
yang sama, yaitu: di dalam surat Ali ‘Imran ayat 118, 125, dan 186, di dalam
surat Yusuf ayat 90, di dalam surat An-Nahl ayat 125 hingga 128 dan
surat Thâha ayat 132. Ini menunjukkan bahwa kesabaran memiliki hubungan yang
sangat erat dengan ketakwaan.
Hasil yang didapatkan dengan
bersabar
Orang yang dapat bersabar menghadapi
semua ujian akan memperoleh hal-hal yang terpuji, di antaranya:
- Dia akan mendapatkan pahala seperti orang-orang yang memiliki keteguhan hati (ulul-’azm).
- Dia akan mendapatkan keberkatan yang sempurna, rahmat dan petunjuk dari Allah.
Allah subhânahu wa ta’âla berfirman
(artinya): “Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS
Al-Baqarah : 157)
- Dia akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Allah subhânahu wa ta’âla berfirman (artinya): “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS Fushshilat : 35)
- Dia akan mendapatkan pahala tanpa batas. Allah subhânahu wa ta’âla berfirman (artinya): “Sesungguhnya Hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az-Zumar : 10)
- Dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah ta’âla. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya: “Ujian itu akan selalu
menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan
tidak memiliki dosa.”
Dakwah pun pasti penuh dengan ujian
Para dai (pendakwah) adalah penerus
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang yang akan
mendapatkan ujian yang paling berat. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk
dapat berilmu, beramal dan berdakwah. Mereka tidak hanya akan diuji dengan
kekurangan harta, kelelahan fisik dan lain-lain, tetapi mereka juga akan diuji
dengan ejekan, cemohan dan fitnah, baik dari kaum muslimin sendiri maupun dari
kaum kafirin. Di antara mereka ada yang dapat bersabar menghadapinya dan terus
berdakwah di masyarakat, tetapi ada juga yang tidak bisa bersabar dan mencari
tempat yang sepi untuk menjauhi masyarakat. Para pendakwah yang dapat bersabar
menghadapi gangguan dari masyarakat lebih baik daripada yang tidak dapat
bersabar.
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Artinya: “Seorang muslim yang
berkecimpung dengan manusia dan dapat bersabar atas gangguan-gangguan mereka
lebih baik dari muslim yang tidak berkecimpung dengan mereka dan tidak sabar
dengan gangguan mereka.”
Kesimpulan dan faidah dari ayat
- Ujian pada harta, diri dan agama adalah sunnah kauniyah (ketetapan Allah yang pasti terjadi) pada setiap muslim.
- Kaum kafirin akan selalu mengganggu kaum muslimin, baik dengan perkataan ataupun perbuatan
- Allah memerintahkan kepada kaum muslimin agar mereka bisa bersabar dan bertakwa untuk menghadapi seluruh ujian tersebut.
Tamma bifadhlillâh wa karamihi.
Mudahan tulisan ini bermanfaat.