Selasa, 14 Februari 2012

Ulama besar Indonesia


Pengantar Umum

“Ulama Besar Indonesia: Biografi dan Karyanya” yang ditulis oleh Muhammad Ulul Fahmi (Patebon-Kendal: Jawa Timur, 2007). Buku yang diterbitkan oleh Pondok Pesantren Al-Itqon dan diberi kata pengantar oleh KH. Kafabihi Mahrus, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, ini amat penting untuk dibaca.
Di dalamnya penulis menjelaskan 23 ulama besar Indonesia: 

(1) Syekh Nawawi Al-Bantani (dari Banten);
(2) Syekh Kholil Al-Bankalani (dari Bankalan);
(3) Syekh Mahfudz At-Turmusi (dari Termas);
(4) Syekh Ihsan Jampes (dari Kediri);
(5) Syekh Hasyim Asy`ari (dari Jombang);
(6) KH. Bisri Musthofa (dari Rembang);
(7) Syekh Yasin Al-Fadani (dari Padang);
(8) Syekh Ahmad Rifa`iy (dari Kendal, Jawa Tengah);
(9) Syekh Muslih Mranggen (dari Demak, Jawa Tengah);
(10) Ronggo Warsito (dari Tegal Sari, Ponorog-Jawa Timur);
(11) Hamzah Al-Fansuri (dari Fansur, Sibolga-Sumatera Utara);
(12) Syekh Ahmad Khotib Al-Minangkabaui (dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat);
(13) Habib Usman ibn Yahya (dari Pekojan, Jakarta);
(14 )Syamsuddin As-Sumaterani (dari Pasai, Aceh);
(15) Nuruddin Ar-Raniri (dari Ranir, dekat Gujarat);
(16) Abdur Ra’uf As-Sinkili (dari Fansur, sebelah Barat Laut Aceh);
(17) Yusuf Al-Makassari (dari Goa, Sulawesi Selatan);
(18) Syekh Abdushamad Al-Falimbani (dari Palembang);
(19) Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (dari Kalimantan Selatan);
(20) Husain Muhammad Nasir Al-Mas’udi Al-Banjari (dari Martapura, Banjarmasin);
(21) Muhammad Nafis Al-Banjari (dari Martapura);
(22) KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz (dari Pati, Jawa Tengah);
(23) KH. Achmad Abdul Hamid (dari Kendal, Semarang).

Di samping 23 ulama besar di atas, penulis juga mencantumkan beberapa ulama kreatif, yakni: 

(1) KH. Bisri Musthofa;
(2) Mbah Soleh Darat yang hidup sezaman dengan Syekh Nawawi;
(3) Kiai Abul Fadhal ibn Abdus Syukur;
(4) KH. Ali Ma’sum (PP Al-Munawwir, Kerapyak-Yogyakarta);
(5) KH. Muslih Abdurrahman;
(6) KH. Misbah Musthofa; dan
(7) KH. Sahal Aziz Masyhuri. 

Walaupun bukunya kecil dan tipis, tapi sarat dengan informasi dan peta keilmuan para ulama kita. Tapi sangat disayangkan, sang penulis tidak mencantumkan nama Buya Hamka. Padahal, Buya Hamka adalah ulama terkenal yang sangat disegani. Berikutnya adalah M. Natsir. Aku tidak tahu jelas apa alasan penulis untuk tidak mencantumkan dua nama besar itu. Padahal, andilnya dalam keilmuan Islam sangat diakui secara internasional. 

Ala kulli hal, buku ini penting untuk dimiliki dan ditelaah. Apalagi sebagian besar ulama kita itu banyak yang menjadi “syekh” dan mengajar di Masjidil Haram, Mekah Al-Mukarramah. Bahkan, buku ini juga menginformasikan bahwa masih ada 7.000 manuskrip karya ulama kita itu yang masih tersimpan di Perpustakaan Masjidil Haram. Sayang sekali dalam Buku tersebut tidak memuat Ulama Besar Tuan Guru Muhammad Zaini Ghani Al Banjari sebagai Pemimpin Ulama, namun demikian kita berikan apresiasi yang baik dan respek yg tinggi atas terbitnya buku tersebut.