Syaikhuna al-Alim al-Allamah
Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad
Seman bin Muhammad Sa'ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim
al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Alimul
Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani yang selagi kecil dipanggil dengan nama
Qusyairi adalah anak dari perkawinan Abdul Ghani bin H Abdul Manaf dengan Hj
Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Ghani merupakan anak pertama, sedangkan
adiknya bernama H Rahmah. Beliau dilahirkan di Tunggul Irang, Dalam Pagar,
Martapura pada malam Rabu tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan tanggal
11 Februari 1942 M.
Diceriterakan
oleh Abu Daudi, Asy Syekh Muhammad Ghani sejak kecil selalu berada di samping
ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang memelihara
Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan.
Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Alquran.
Karena itulah, Abu Daudi meyakini, guru pertama dari Alimul Allamah Asy Syekh
Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri.
Semenjak
kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan
dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. Guru Sekumpul
sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin
ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium tangannya.
Pada
tahun 1949 saat berusia 7 tahun, beliau mengikuti pendidikan "formal"
masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Guru-guru beliau pada masa ini
antara lain, Guru Abdul Muiz, Guru Sulaiman, Guru Muhammad Zein, Guru H. Abdul
Hamid Husain, Guru H. Rafi'i, Guru Syahran, Guru Husin Dahlan, Guru H. Salman
Yusuf. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, beliau melanjutkan pendidikan ke
Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini beliau sudah belajar
dengan Guru-guru besar yang spesialist dalam bidang keilmuan. Seperti al-Alim
al-Fadhil Sya'rani Arif, al-Alim al-Fadhil Husain Qadri, al-Alim al-Fadhil
Salim Ma'ruf, al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya, al-Alim Syaikh Salman
Jalil, al-Alim al-Fadhil Sya'rani Arif, al-Alim al-Fadhil al-Hafizh Syaikh
Nashrun Thahir, dan KH. Aini Kandangan. Tiga yang terakhir merupakan guru
beliau yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.
Kalau
kita cermati deretan guru-guru beliau pada saat ini adalah tokoh-tokoh besar
yang sudah tidak diragukan lagi tingkat keilmuannya. Dari yang saya kenal saja secara
khusus adalah KH. Husin Qadri lewat buku-buku beliau seperti Senjata Mukmin
yang banyak dicetak di Kal-Sel. Sedangkan al-Alim al-Allamah Seman Mulya, dan
al-Alim Syaikh Salman Jalil, sempat kita temui ketika masih hidup. Syaikh Seman
Mulya adalah pamanda beliau yang secara intensif mendidik beliau baik ketika
berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul,
Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu
kepada beliau kecuali di sekolahan. Tapi Guru Seman langsung mengajak dan
mengantarkan beliau mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan
sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kal-Sel (Kalimantan) maupun di
Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, guru
Seman mengajak (mengantarkan) beliau kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang
Sya'rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut Guru Sekumpul
sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah pakar di semua
bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu tidak
menampakkannya ke depan khalayak.
Sedangkan
al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraidh. (Pada
masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya
yaitu beliau dan al-marhum KH. Hanafiah Gobet). Selain itu, Salman Jalil juga
adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri IAIN Antasari
Banjarmasin. Beliau ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul
sendiri. Peristiwa ini yang beliau contohkan kepada kami agar jangan sombong,
dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di
hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya
adalah muridnya sendiri.
Selain
itu, di antara guru-guru beliau lagi selanjutnya adalah Syaikh Syarwani Abdan
(Bangil) dan al-Alim al-Allamah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi. Kedua
tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan beliau
sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah). Dari beberapa guru beliau
lagi adalah Kyai Falak (Bogor), Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah), Syaikh
Hasan Masyath, Syaikh Ismail al-Yamani, dan Syaikh Abdul Kadir al-Bar. Sedangkan
guru pertama secara ruhani adalah al-Alim al-Allamah Ali Junaidi (Berau) bin
al-Alim al-Fadhil Qadhi Muhammad Amin bin al-Alim al-Allamah Mufti Jamaludin
bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan al -Alim al-Allamah Muhammad
Syarwani Abdan Bangil. (Selain ini, masih banyak tokoh lagi di mana sebagiannya
sempat saya catat dan sebagian lagi tidak sempat karena waktu itu beliau
menyebutkannya dengan sangat cepat. Sempat saya hitung dalam jumblah kira-kira,
guru beliau ada sekitar 179 orang sepesialis bidang keilmuan Islam terdiri dari
wilayah Kalimantan sendiri, dari Jawa-Madura, dan dari Makkah).
Gemblengan
ayah dan bimbingan intensif pamanda beliau semenjak kecil betul-betul tertanam.
Semenjak kecil beliau sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah,
dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga
ditunjukkan oleh ayahnda beliau sendiri. Seperti misalnya suatu ketika hujan
turun deras sedangkan rumah beliau sekeluarga sudah sangat tua dan reot.
Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah. Pada waktu itu, ayah
beliau menelungkupi beliau untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela
membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.
Abdul
Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Syekh Muhammad Ghani juga adalah seorang pemuda
yang shalih dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan
menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita
duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk
terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem
memenej usaha dagang beliau sampaikan kepada kami lewat cerita-cerita itu.
Beberapa
cerita yang masih saya ingat. Sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari
empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi
empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa
itu juga, ayahnda beliau membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh,
ayahnda beliau selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada
beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk
keluarga. Adapun sistem mengatur usaha dagang, beliau sampaikan bahwa setiap
keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi
kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk
disumbangkan. Salah seorang ustazd kami pernah mengomentari hal ini,
"bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu." Pernah sewaktu
kecil beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang.
Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegur
beliau, "Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur."
Beliau langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.
Beberapa
Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan: Beliau sudah hapal
al-Qur`an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9
tahun. Semenjak kecil, pergaulan beliau betul-betul dijaga. Kemanapun bepergian
selalu ditemani (saya lupa nama sepupu beliau yang ditugaskan oleh Syaikh Seman
Mulya untuk menemani beliau). Pernah suatu ketika beliau ingin bermain-main ke
pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang
pasar, tiba-tiba muncul pamanda beliau Syaikh Seman Mulya di hadapan beliau dan
memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syaikh, begitu
juga sepupu yang menjadi "bodyguard' beliau. Beliaupun langsung pulang ke
rumah.
Pada
usia 9 tahun pas malam jum'at beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun
dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih
dan di gaun pintu masuk kapal tertulis "Sapinah al-Auliya". Beliau
ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun terbangun.
Pada malam jum'at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada
malam jum'at ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau dipersilahkan
masuk dan disambut oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk, beliau
melihat masih banyak kursi yang kosong.
Ketika
beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang
yang pertama kali menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang yang menyambut
beliau dalam mimpi tersebut. (Sayang saya lupa nama syaikh tersebut, semoga
saja beberapa kawan dan anggota jamaah yang juga hadir sewaktu pengajian umum
di PP. Al-Falah, Banjarbaru, Kal-Sel saat itu ada yang bisa mengingatkan saya
nama syaikh tersebut).
Salah
satu pesan beliau tentang karamah adalah agar kita jangan sampai tertipu dengan
segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah,
murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah
berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau
wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah
di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi
shalatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi "bakarmi" (orang
yang keluar sesuatu dari duburnya).
Selain
sebagai ulama yang ramah dan kasih sayang kepada setiap orang, beliau juga
orang yang tegas dan tidak segan-segan kepada penguasa apabila menyimpang. Karena
itu, beliau menolak undangan Soeharto untuk mengikuti acara halal bil halal di
Jakarta. Begitu juga dalam pengajian-pengajian, tidak kurang-kurangnya beliau
menyampaikan kritikan dan teguran kepada penguasa baik Gubernur, Bupati atau
jajaran lainnya dalam suatu masalah yang beliau anggap menyimpang atau tidak
tepat.
Rabu
10 Agustus 2005 jam 05.10 pagi beliau telah berpulang ke rahmatullah pada usia
63 tahun. Dulu almarhum Guru Ayan (Rantau), salah seorang syaikh yang dikenal
kasyaf pernah menyampaikan bahwa kehidupan Syaikh M. Zaini Ghani itu seperti
Nabi. Bahkan usia beliau pun sama seperti usia Nabi. Salah seorang murid dekat
Guru Ayan, yaitu M. Yunus (kaka kelas saya di PP. Alfalah) pernah mencoba
melihat-lihat ciri-ciri hissiyahnya. Salah satu yang menjadi sorotannya
adalah kepindahan Beliau dari Keraton Martapura ke wilayah Sekumpul seperti
Rasulullah s.a.w. hijrah (dan beberapa hal lainnya). Dan sekarang, ucapan
tersebut terbukti. Kebetulan? Wallahu
A'lam.
Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah
Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd. Ghani bin Al ‘arif Billah Abd. Ghani bin H.
Abd. Manaf bin Muh. Seman bin H. M, Sa’ad bin H. Abdullah bin ‘Alimul ‘allamah
Mufti H. M. Khalid bin ‘Alimul ‘allamah Khalifah H. Hasanuddin bin Syekh
Muhammad Arsyad; dilahirkan pada, malam Rabu 27 Muharram, 1361 H (I I Februari
1942 M).
Nama kecilnya adalah Qusyairi, sejak
kecil beliau termasuk dari salah seorang yang “mahfuzh”, yaitu suatu keadaan
yang sangat jarang sekali terjadi, kecuali bagi orang orang yang sudah dipilih
oleh Allah SWT. Beliau adalah salah seorang anak
yang mempunyai sifat sifat dan pembawaan yang lain daripada yang lainnya,
diantaranya adalah bahwa beliau tidak pernah ihtilam.
‘Alimul ‘allamah Al Arif Billah
Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd Ghani sejak kecil selalu berada disamping kedua
orang tua dan nenek beliau yang benama Salbiyah. Beliau dididik dengan penuh
kasih sayang dan disiplin dalam pendidikan, sehingga dimasa kanak kanak beliau
sudah mulai ditanamkan pendidikan Tauhid dan Akhlaq oleh ayah dan nenek beliau.
Beliau belajar membaca AI Quran dengan nenek beliau, dengan demikian guru
pertama dalam bidang ilmu Tauhid dan Akhlaq adalah ayah dan nenek beliau
sendiri. Meskipun kehidupan kedua orang tua
beliau dalam keadaan ekonomi sangat lemah, namun mereka selalu memperhatikan
untuk turut membantu dan meringankan beban guru yang mengajar anak mereka
membaca Al Quran, sehingga setiap malamnya beliau selalu membawa bekal botol
kecil yang berisi minyak tanah untuk diberikan kepada Guru yang mengajar AI
Quran. Dalam usia kurang lebih 7 tahun beliau sudah mulai belajar di madrasah
Darussalam Martapura.
Guru guru’Alimul’allamah Al ‘Arif
Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani :
- Ditingkat Ibtida adalah: Guru Abd Mu’az, Guru Sulaiman, Guru Muh. Zein, Guru H. Abd. Hamid Husin, Guru H. Mahalli, Guru H. Rafi’I, Guru Syahran, Guru H. Husin Dakhlan, Guru H. Salman Yusuf
- Ditingkat Tsanawiyah adalah: ‘Alimul Fadhil H. Sya’rani’Arif, ‘Alimul Fadhil H, Husin Qadri, ‘Alimul Fadhil H. Salilm Ma’ruf, ‘Alimul Fadhil H. Seman Mulya, ‘Alimul Fadhil H. Salman Jalil.
- Guru dibidang Tajwid ialah: ‘Alimul Fadhil H. Sya’rani ‘Arif, ‘Alimul Fadhil At Hafizh H. Nashrun Thahir, ‘Al-Alim H. Aini Kandangan.
- Guru Khusus adalah: ‘Alimul’allamah H. Muhammad Syarwani Abdan, ‘Alimul’allamah Asy Syekh As Sayyid Muh. Amin Kutby. Sanad sanad dalam berbagai bidang ilmu dan Thariqat diterima dari: Kyai Falak (Bogor), ‘Alimul’allamah Asy Syekh Muh Yasin Padang (Mekkah). ‘Alimul’allamah As Syekh Hasan Masysyath, ‘Alimul’allamah Asy Syekh Isma’il Yamani dan ‘Alimul’allamah Asy Syekh Abd. Qadir Al Baar.
- Guru pertama secara Ruhani ialah: ‘Alimul ‘allamah Ali Junaidi (Berau) bin ‘Alimul Fadhil Qadhi H. Muhammad Amin bin ‘Alimul ‘allamah Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad, dan ‘Alimul ‘allamah H. Muhammad Syarwani Abdan.
Kemudian ‘Alimullailamah H. Muhammad
Syarwani Abdan menyerahkan kepada Kiayi Falak dan seterusnya Kiayi Falak
menyerahkan kepada ‘Alimul’allamah Asy Syekh As Sayyid Muh. Amin Kutby,
kemudian beliau menyerahkan kepada Syekh Muhammad Arsyad yang selanjutnya
langsung dipimpin oleh Rasulullah saw.
Atas petunjuk ‘Alimul’allamah Ali
Junaidi, beliau dianjurkan untuk belajar kepada ‘Alimul Fadhil H. Muhammad
(Gadung) bin ‘Alimul Fadhil H. Salman Farlisi bin ‘Allimul’allamah Qadhi H.
Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad, mengenal masalah Nur Muhammad;
maka dengan demikian diantara guru beliau tentang Nur Muhammad antara lain
adalah ‘Alimul Fadhil H. M. Muhammad tersebut diatas.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun,
sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu
melihat dan mendengar apa apa yang ada didalam atau yang terdinding. Dan dalam usia itu pula beliau
didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan
kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat
mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki
tersebut ternyata ketika melihat beliau langsung sungkem dan minta ampun serta
memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan,
jika salah atau sesat minta dibetulkan dan diapun minta agar supaya ditobatkan.
Mendengar hal yang demikian beliau
lalu masuk serta memberitahukan masalah orang tersebut kepada ayah dan
keluarga, di dalam rumah, sepeninggal beliau masuk kedalam ternyata tamu
tersebut tertidur. Setelah dia terjaga dari tidurnya
maka diapun lalu diberi makan dan sementara tamu itu makan, beliau menemui ayah
beliau dan menerangkan maksud dan tujuan kedatangan tamu tersebut. Maka kata
ayah beliau tanyakan kepadanya apa saja ilmu yang dikajinya. Setelah selesai
makan lalu beliau menanyakan kepada tamu tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh
ayah beliau dan jawabannva langsung beliau sampaikan kepada ayah beliau.
Kemudian kata ayah beliau tanyakan apa lagi, maka jawabannyapun disampaikan
beliau pula. Dan kata ayah beliau apa lagi, maka setelah berulamg kali di
tanyakan apa lagi ilmu yang ia miiki maka pada akhirnya ketika beliau hendak
menyampaikan kepada tamu tersebut, maka tamu tersebut tatkala melihat beliau
mendekat kepadanya langsung gemetar badannya dan menangis seraya minta tolong
ditobatkan dengan harapan Tuhan mengampuni dosa dosanya.
Pernah rumput rumputan memberi salam
kepada beliau dan menyebutkan manfaatnya untuk pengobatan dan segalanya, begitu
pula batu-batuan dan besi. Namun kesemuanya itu tidaklah beliau perhatikan dan
hal hal yang demikian itu beliau anggap hanya merupakan ujian dan cobaan semata
dari Allah SWT.
Dalam usia 14 tahun, atau tepatnya
masih duduk di Kelas Satu Tsanawiyah, beliau telah dibukakan oleh Allah swt
atau futuh, tatkala membaca Tafsir: Wakanallahu syamiiul bashiir.
‘Alimul’allamah Al-’Arif Billah Asy
Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani, yang sejak kecilnya hidup ditengah keluarga yang
shalih, maka sifat sifat sabar, ridha, kitmanul mashaib, kasih sayang, pemurah
dan tidak pemarah sudah tertanam dan tumbuh subur dijiwa beliau; sehingga
apapun yang terjadi terhadap diri beliau tidak pernah mengeluh dan mengadu
kepada orang tua, sekalipun beliau pernah dipukuli oleh orang-orang yang hasud
dan dengki kepadanya.
Beliau adalah seorang yang sangat
mencintai para ulama dan orang orang yang shalih, hal ini tampak ketika beliau
masih kecil, beliau selalu menunggu tempat tempat yang biasanya ‘Alimul Fadhil
H. Zainal Ilmi lewati pada hari-hari tertentu ketika hendak pergi ke
Banjarmasin semata mata hanya untuk bersalaman dan mencium tangan tuan Guru H.
Zainal Ilmi.
Dimasa remaja ‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh H. M Zaini Abd Ghani pernah bertemu dengan Saiyidina Hasan dan Saiyidina Husin yang keduanva masing-masing membawakan pakaian dan memasangkan kepada beliau lengkap dengan sorban dari lainnya. Dan beliau ketika itu diberi nama oleh keduanya dengan nama Zainal ‘Abidin.
Dimasa remaja ‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh H. M Zaini Abd Ghani pernah bertemu dengan Saiyidina Hasan dan Saiyidina Husin yang keduanva masing-masing membawakan pakaian dan memasangkan kepada beliau lengkap dengan sorban dari lainnya. Dan beliau ketika itu diberi nama oleh keduanya dengan nama Zainal ‘Abidin.
Setelah dewasa. maka tampaklah
kebesaran dan keutamaan beliau dalam berbagai hal dan banyak pula orang yang
belajar. Para Habaib yang tua tua, para ulama dan guru-guru yang pernah
mengajari beliau, karena mereka mengetahui keadaan beliau yang sebenarnya dan
sangat sayang serta hormat kepada beliau.
‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy
Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani adalah seorang ulama yang menghimpun antara
wasiat, thariqat dari haqiqat, dan beliau seorang yang Hafazh AI Quran beserta
hafazh Tafsirnya, yaitu Tafsir Al Quran Al ‘Azhim Lil-Imamain Al Jalalain.
Beliau seorang ulama yang masih termasuk keturunan Syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjari yang menghidupkan kembali ilmu dan amalan-amalan serta Thariqat yang
diamalkan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Karena itu majelis pengajian
beliau, baik majelis tali’m maupun majelis ‘amaliyahnya adalah seperti majelis
Syekh Abd. Kadir al-Jilani.
Sifat lemah lembut, kasih sayang,
ramah tamah, sabar dan pemurah sangatlah tampak pada diri beliau, sehingga
beliau dikasihi dan disayangi oleh segenap lapisan masyarakat, sababat dan anak
murid. Kalau ada orang yang tidak senang melihat akan keadaan beliau dan menyerang
dengan berbagai kritikan dan hasutan maka beliaupun tidak peniah membalasnya.
Beliau hanya diam dan tidak ada reaksi apapun, karena beliau anggap mereka itu
belum mengerti, bahkan tidak mengetahui serta tidak mau bertanya.
Tamu tamu yang datang kerumah
beliau, pada umumnya selalu beliau berikan jamuan makan, apalagi pada hari-hari
pengajian, seluruh murid murid yang mengikuti pengajian yang tidak kurang dari
3000 an, kesemuanya diberikan jamuan makan. Sedangkan pada hari hari lainnya
diberikan jamuan minuman dan roti.
Beliau adalah orang yang mempunyai prinsip
dalam berjihad yang benar benar mencerminkan apa apa yang terkandung dalam Al
Quran, misalnya beliau akan menghadiri suatu majelis yang sifatnya da’wah
Islamivah, atau membesarkan dan memuliakan syi’ar agama Islam. Sebelum beliau
pergi ketempat tersebut lebih dulu beliau turut menyumbangkan harta beliau
untuk pelaksanaannya, kemudian baru beliau dating. Jadi benar benar beliau
berjihad dengan harta lebih dahulu, kemudian dengan anggota badan. Dengan
demikian beliau benar benar meamalkan kandungan Al Quran yang berbunyi:
Wajaahiduu bi’amwaaliku waanfusikum fii syabilillah. ‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif
Billah Asy-Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani, adalah satu satunya Ulama di
Kalimantan, bahkan di Indonesia yang mendapat izin untuk mengijazahkan (baiat)
Thariqat Sammaniyah, karena itu banyaklah yang datang kepada beliau untuk
mengambil bai’at thariqat tersebut, bukan saja dari Kalimantan, bahkan dari
pulau Jawa dan daerah lainnya.
‘Alimul’allamah Al ‘Arif Billah Asy
Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani dalam mengajar dan membimbing umat baik laki-laki
maupun perempuan tidak mengenal lelah dan sakit. Meskipun dalam keadaan kurang
sehat beliau masih tetap mengajar.
Dalam membina kesehatan para peserta
pengajian dalam waktu waktu tertentu beliau datangkan doktcr dokter spesialis
untuk memberiikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai. Seperti
dokter spesialls jantung, paru paru, THT, mata, ginjal, penyakit dalam, serta
dokter ahli penyakit menular dan lainnya. Dengan demikian beliau sangatlah
memperhatikan kesehatan para peserta pengajian dari kesehatan lingkungan tempat
pengajian.
Karomah-
Karomahnya
Ketika beliau masih tinggal di
Kampung Keraton, biasanya setelah selesai pembacaan maulid, beliau duduk-duduk
dengan beberapa orang yang masih belum pulang sambil bercerita tentang orang
orang tua dulu yang isi cerita itu untuk dapat diambil pelajaran dalam
meningkatkan amaliyah. Tiba tiba beliau bercerita tentang buah rambutan, pada
waktu itu masih belum musimnya; dengan tidak disadari dan diketaui oleh yang
hadir beliau mengacungkan tangannya kebelakang dan ternyata ditangan beliau
terdapat sebuah buah rambutan yang masak, maka heranlah semua yang hadir
melihat kejadian akan hal tersebut. Dan rambutan itupun langsung beliau makan.
Ketika beliau sedang menghadiri selamatan
dan disuguh jamuan oleh shahibulbait maka tampak ketika, itu makanan, tersebut
hampir habis beliau makan, namun setelah piring tempat makanan itu diterima
kembali oleh yang melayani beliau, ternyata, makanan yang tampak habis itu
masih banyak bersisa dan seakan akan tidak dimakan oleh beliau pada suatu musim kemarau yang panjang, dimana hujan sudah lama tidak turun
sehingga sumur sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat ketika
itu dan mengharap agar hujan bisa secara turun.
Melihat hal yang demikian banyak
orang yang datang kepada beliau mohon minta doa beliau agar hujan segera turun,
kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju pohon pisang yang masih berada
didekat rumah beliau itu, maka beliau goyang goyangkan lah pohon pisang tersebut
dan ternyata tidak lama kemudian, hujanpun turun dengan derasnya. Ketika pelaksanaan Haul Syekh
Muhammad Arsyad yang ke 189 di Dalam pagar Martapuram, kebetulan pada masa itu
sedang musim hujan sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui oleh ‘Alimul ‘allamah
Al ‘Arif Billah Asy Syeikh H. M. Zaini Abd. Ghani menuju ketempat pelaksanaan
haul tersebut, hal ini sempat mencemaskan panitia pelaksanaan haul tersebut,
dan tidak disangka sejak pagi harinya jalanan yang akan dilalui oleh beliau
yang masih digenangi air sudah kering, sehingga dengan mudahnya beliau dan
rombongan melewati jalanan tersebut; dan setelah keesokan harinya jalanan
itupun kembali digenangi air sampai beberapa hari.
Banyak orang orang yang menderita
sakit seperti sakit ginjal, usus yang membusuk, anak yang tertelan peniti,
orang yang sedang hamil dan bayinya jungkir serta meninggal dalam kandungan
ibunya, sernuanya ini menurut keterangan dokter harus dioperasi. Namun keluarga
mereka pergi minta do’a dan pertolongan. ‘Allimul’allamah ‘Arif Billah Asy
Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani. Dengan air yang beliau berikan kesemuanya dapat
tertolong dan sembuh tanpa dioperasi.
Demlklanlah diantara karamah dan kekuasaan Tuhan yang ditunjukkan kepada diri seorang hamba yang dikasihiNya.
Karya
tulis beliau adalah :
- Risalah Mubarakah.
- Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abd. Karim Al-Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani.
- Ar Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
- Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba-’Alwy.
Wasiat
Tuan Guru K.H. M. Zaini Abdul Ghoni
- Menghormati ulama dan orang tua,
- Baik sangka terhadap muslimin
- Murah hati,
- Murah harta,
- Manis muka,
- Jangan menyakiti orang lain,
- Mengampunkan kesalahan orang lain,
- Jangan bermusuh-musuhan,
- Jangan tamak / serakah,
- Berpegang kepada Allah, pada Qobul segala hajat,
- Yakin keselamatan itu pada kebenaran,