BUYA HAMKA adalah potret ulama
kharismatik, politisi sejati dan pujangga terkemuka yang memilih berkiprah
dalam perjuangan pembentukan karakter ummat dan bangsa.
Buya Hamka bukan sosok ulama istana, beliau adalah ulama pejuang
yang berhasil menjadi peletak dasar kebangkitan komunitas islam modern atau
kaum gedongan di Ibukota lewat icon al azhar yang pada akhirnya berhasil pula
melebarkan sayap sebagai lembaga pendidikan modernis dan agamis.
Sebagai politisi buya hamka patut menjadi teladan, Pandangan dan
keyakinannya senantiasa lurus – lurus saja memperjuangkan aspirasi ummat,
beliau bersama tokoh-tokoh Masyumi lainnya adalah para pejuang Islam yang gigih
dalam mengajukan konsep-konsep Islam, secara ilmiah dan argumentatif. Tetapi, juga
konsisten dalam memegang teguh aturan main secara konstitusional. Ketika
perjuangan melalui jalur partai politik terganjal, buya hamka dan para tokoh
Masyumi memilih hijrah dengan menempuh jalur dakwah di masyarakat, masjid,
pesantren, dan perguruan tinggi. Karena sesungguhnya dakwah adalah laksana air
yang mengalir, tidak boleh berhenti, dan tidak bisa dibendung.
Sikap Istiqomah menjadi garda terdepan walau harus menghadapi
tangan – tangan besi kekuasaan yang terbukti berhasil menjebloskannya ke penjara.
Penjara badaniah tak sekalipun kuasa memenjarakan kebesaran jiwa
seorang hamka yang tetap merdeka, sejarah pula yang akhirnya mencatat bahwa
dari dalam penjara lahir karya terbesar buya hamka yang membuatnya dikenal
hingga ke mancanegara, Tafsir Al Azhar adalah satu – satunya Tafsir Al Qur’an
yang ditulis oleh ulama melayu dengan gaya bahasa yang khas dan mudah dicerna.
Bukan Sekedar itu karya sastra buah penanya tak kalah hebatnya,
beberapa novelnya seperti Dibawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der
Wickj , Merantau ke Deli dan banyak karya – karya beliau ternyata tidak hanya
dipublikasikan oleh penerbit nasional sekelas Balai Pustaka dan Pustaka Bulan
Bintang melainkan juga diterbitkan di beberapa negara asia tenggara bahkan di
release juga diberbagai situs, blog dan media informasi lainnya.
Pendek kata karya besar buya hamka saat ini telah mendunia meski
ironisnya di negeri sendiri sudah jarang generasi muda yang mengenal sosoknya
yang fenomenal.
Sikap Istiqomah yang dicontohkan buya hamka bisa menjadi inspirasi
bagi kita, beliau bukan alumni perguruan tinggi manapun namun banyak sekali
kalangan yang menuliskan di depan namanya gelar atau title Prof Dr, siapa yang
bakal menyangka jika seorang yang pada awalnya belajar secara otodidak belakangan
justru banyak di berikan gelar doctor honoris causa oleh banyak universitas
terkemuka.
Karya – karya buya hamka terutama di bidang sastra memang telah
melambungkan nama bangsa, mengharumkan nusantara hingga ke manca negara.
Simaklah petikan puisi yang dituliskannya secara khusus untuk Pak
Natsir, Puisi yang ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November 1957 setelah
mendengar uraian Pidato Natsir yang dengan tegas menawarkan kepada Sidang
Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI.
Kepada Saudaraku M. Natsir
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapiSuaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha IlahiDan aku pun masukkan
Dalam daftarmu …….!
Jalan Istiqomah yang dilalui dalam setiap jejak pergerakan dan
perjuangan buya hamka untuk memajukan kaumnya merupakan rintisan yang
seharusnya bisa diteruskan dari generasi ke genarasi. Benarkah ?!?!
Pengenalan Tokoh
Tokoh dan Ulama Indonesia sengaja
dipilih karena Faisal meyakini sosok beliau pada masa kini belum tergantikan
baik keteladanannya, keilmuannya dan keistiqomahannya oleh karena itu saya
menyajikan profile Almarhum Haji Abdul Malik Bin Haji Abdul Karim Amarullah
atau dikenali sebagai Prof. Dr Hamka Sebagai cerminan dan suri tauladan bagi
generasi muda Indonesia dan Pemimpin Negara ini sehingga Negara Kita yang rindu
akan kearifan dan keluhuran Budi Pekerti Beliau dapat kita contoh dan teladani
dalam kehidupan ini.
Prof. Dr. Buya Hamka, beliau berasal
dari tanah Minangkabau Sumatera Barat yang mempunyai adat melayu yang kental,
Setiap orang di negara ini yang pernah melihat dan mendengar kuliah agama yang
disampaikan oleh tokoh ini pastinya merasai kerinduan yang mendalam terhadap
nastolgia masa lampau dengan Gayanya yang tersendiri dalam berdakwah amat
memukau sekali bagai magnet yang boleh menyentuh hati setiap insan yang
mendengar.
Profile
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981, adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.
Belakangan ia diberikan sebutan
Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya
dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.
HAMKA (1908-1981), adalah lebih
terkenal daripada nama sebenar. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik
dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada
14 Muharram 1326H bersamaan 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau,
Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau
dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau,
yang tersohor dan dianggap pula pembawa reformasi Islam ( kaum muda).
Menariknya pula, datuk beliau adalah ulama tarekat yang bersuluk terkenal. Tuan
Kisa-i ( datuk Hamka) tetap mengamal Thariqat Naqsyabandiyah, istiqamah
mengikut Mazhab Syafie. Pemahaman Islam Tuan Kisa-i sama dengan pegangan ‘Kaum
Tua’, tetapi pada zaman beliau istilah ‘Kaum Tua’ dan ‘Kaum Muda’ belum
tersebar luas. Anak beliau, Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang
pelopor dan termasuk tokoh besar dalam perjuangan ‘Kaum Muda’. Syeikh Haji
Abdul Karim Amrullah menolak amalan Thariqat Naqsyabandiyah, sekali gus menolak
ikatan ‘taqlid’, tetapi lebih cenderung kepada pemikiran Syeikh Muhammad Abduh.
Manakala ibunya pula bernama Siti Safiyah Binti Gelanggar yang bergelar Bagindo
nan Batuah. sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
Menurut sejarahnya, bapa beliau
pernah dibuang daerah oleh penjajah Belanda ke Sukabumi dalam tahun 1941
lantaran fatwa beliau yang dianggap membahayakan penjajah dan keselamatan umum.
Haji Abdul Karim adalah tuan guru kepada Sheikh Haji Ahmad Jelebu[1] yang
riwayat hidupnya turut disajikan dalam koleksi ini. Beliau meninggal dunia pada
21 Jun 1945.
Hamka mendapat didikan dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi
dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang
tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah
seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan
Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana
Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund
Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga
rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta
seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan
Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi
seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam
melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai
tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di
Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di
Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah
Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di
Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah
di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan
Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres
Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih
sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama
Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama
Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena
nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada
tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada
tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke
Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di
Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan
Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi
pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan
oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka
dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa
dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya
ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota
Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji
Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan
dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit.
Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita
Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928,
beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau
menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah
menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah
Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya
ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat
perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura
termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan
Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa
anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan
Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa,
Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran
Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah
pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam
memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh
ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam
Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.
Pendidikan
Hamka mendapat pendidikan rendah di
Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun,
ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari
agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama
di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa,
Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Masa kecilnya, seperti kanak-kanak lain beliau juga dikatakan lasak dan nakal.
Ini diceritakan sendiri oleh Sheikh Haji Ahmad Jelebu bahawa Hamka pernah
menyimbah air kepada penuntut lain semasa mengambil wuduk. Selepas itu beliau
berguru pula kepada Sheikh Ibrahim Musa di Bukit Tinggi. Dalam tahun 1924,
Hamka berhijrah ke Jawa sempat menuntut pula kepada pemimpin gerakan Islam
Indonesia seperti Haji Omar Said Chakraminoto. Lain-lain gurunya ialah Haji
Fakharudin, Ki Bagus, Hadi Kesumo dan iparnya sendiri Rashid Sultan Mansur.
Karya
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing
Tinggi, Medan dan guru agama di Padang panjang pada tahun 1929. Hamka bergiat
aktif bagi menentang gejala khurafat, bidaah dan kebatinan sesat di sana.
Beliau menubuhkan Madrasah Mubalighin pada 1929 dan dua berikutnya, Pak Hamka
berpindah pula ke Kota Makasar, Sulawesi untuk menjadi pimpinan Muhamadiah.
Hamka kemudian dilantik sebagai
dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang
dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor
Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari
tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh
Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno
menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik
Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).
Keilmuan dan ketokohan yang ada pada
beliau mendorong beberapa buah universiti mengambilnya sebagai pensyarah dalam
bidang agama dan falsafah. Antara universiti itu ialah Universiti Islam
Jakarta, Universiti Mohamadiah Sumatera Barat, Universiti Islam Pemerintah di
Jogjakarta dan Universiti Islam Makasar. Bagi mengiktiraf keilmuannya, Universiti
Al Azhar, Mesir telah menganugerahkan Doktor Kehormat dalam tahun 1958 dan
beliau turut menerima ijazah Doktor Persuratan UKM pada 7 Jun 1974.
Karya Buya Hamka
Keistimewaan Pak Hamka ialah
kebolehannya menulis novel dan menghasilkan kitab-kitab agama yang terkenal.
Berikut ialah beberapa buah buku karangan tersebut:
- Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab. Si Sabariah. (1928)
- Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
- Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
- Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
- Kepentingan melakukan tabligh (1929).
- Hikmat Isra’ dan Mikraj.
- Arkanul Islam (1932) di Makassar.
- Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
- Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar.
- Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
- Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
- Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
- Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
- Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
- Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
- Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
- Tuan Direktur 1939.
- Dijemput mamaknya,1939.
- Keadilan Ilahy 1939.
- Tashawwuf Modern 1939.
- Falsafah Hidup 1939.
- Lembaga Hidup 1940.
- Lembaga Budi 1940.
- Majallah ‘SEMANGAT ISLAM’ (Zaman Jepun 1943).
- Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
- Negara Islam (1946).
- Islam dan Demokrasi,1946.
- Revolusi Pikiran,1946.
- Revolusi Agama,1946.
- Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
- Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
- Didalam Lembah cita-cita,1946.
- Sesudah naskah Renville,1947.
- Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
- Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
- Ayahku,1950 di Jakarta.
- Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
- Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
- Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
- Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
- Kenangan-kenangan hidup 2.
- Kenangan-kenangan hidup 3.
- Kenangan-kenangan hidup 4.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
- Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
- Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.
- Pribadi,1950.
- Agama dan perempuan,1939.
- Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.
- 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).
- Pelajaran Agama Islam,1956.
- Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.
- Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.
- Empat bulan di Amerika Jilid 2.
- Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.
- Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.
- Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.
- Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
- Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.
- Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.
- Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.
- Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.
- Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.
- Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).
- Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).
- Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.
- Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.
- Himpunan Khutbah-khutbah.
- Urat Tunggang Pancasila.
- Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.
- Sejarah Islam di Sumatera.
- Bohong di Dunia.
- Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).
- Pandangan Hidup Muslim,1960.
- Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.
- Tafsir Al-Azhar Juzu’ 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Sukarno.
- Majalah
- Kemahuan Zaman ( 1929)
- Al Mahdi ( 1933)
- Pendoman Masyarakat ( 1936 – 1942)
- Semangat Islam ( 1944- 1948)
- Menara ( 1946-1948)
- Panji Masyarakat ( 1959)
Pak Hamka pernah dipenjarakan awal
tahun 1960an. Zaman pemerintahan Sukarno dan ketika kominis bermaharajalela,
selain ditangkap buku-buku Almarhum ada yang dibakar. Di dalam penjara inilah,
beliau melahirkan kitab Tafsir Al Azhar yang menjadi bacaan ummah sekarang.
Penahanan batang tubuhnya dalam sangkar besi itu tidak dapat membunuh
semangatnya untuk beribadah kepada Tuhannya.
Penyusun pernah membaca kisah
riwayat Presiden Sukarno yang penuh kontroversi itu. Dinyatakan apabila bekas
Presiden itu meninggal dunia, Pak Hamka telah dijemput dan dirayu supaya
mengimami sholat jenazah Sukarno. Peringkat awalnya, Almarhum agak keberatan
menunaikannya kerana sikap Sukarno masa hidupnya amat dipertikaikan. Namun
apabila teringat tentang sifat Allah yang Maha Pengampun untuk mengampun
dosa-dosa hambaNya. Buya Hamka maju juga ke hadapan untuk mengetuai sholat
jenazah itu, dikatakan saat akhir hidupnya Sukarno mulai kembali kepada fitrah
mengingati penciptanya.
Berdakwah
Penyusun amat bersetuju dengan
pandangan bahawa Pak Hamka adalah tokoh Ulama besar dan pendakwah tersohor yang
pernah dilahirkan untuk abad kedua puluh di Nusantara ini. Kewalian dan sifat
karamah maknawiyah yang dimilikinya, mampu menyentuh hati dhamir ribuan insan
yang mendengar kata bicaranya yang lunak dan menyegarkan. Penyusun ingin
mengutip tulisan Saudara Abdul Ghani Said,[2] penyusun buku “ 7 wali Melayu”
bahawa Keistimewaan karamah maknawiyah antara lain ialah kata-katanya memberi
kesan pada hati pendengar hingga mendorong orang membuat perubahan pada jalan
kebaikan..”
Kekuatan minda dan kefasihan
lidahnya untuk berdakwah dengan susun kata yang memukau jarang dimiliki oleh
kebanyakan pendakwah. Kalau ada kisah tentang burung boleh berhenti terbang di
udara apabila mendengar kemerduan bacaan Kitab Zabur oleh Nabi Daud A.S, maka
Buya Hamka juga mempunyai magnet yang boleh meruntun jiwa pendengarnya untuk
melabuhkan punggung mendengar sebentar ceramah dakwahnya. Hati yang keras bisa
terlunak dan terpegun. Memang Allah memberi keistimewaan besar kepadanya iaitu
senjata sulit berdakwah dengan lidahnya.
Di Negara kita, Pak Hamka sering
juga berkunjung dan memenuhi undangan untuk berceramah termasuk di kaca TV
hingga awal tahun 1980an. Beliau sering diundang menyertai muktamar Islam
peringkat antarabangsa dan pernah berdakwah hingga ke Benua Eropah dan Amerika
Syarikat. Kata Dr H. Ibnu Sutowo, hampir kesemua perjalanan hidupnya di dunia
ini dimaksudkan untuk agama.
Kembali Ke Rahmatullah
Ulama istimewa ini kembali menemui
Al Khaliqnya sewaktu berusia 72 tahun pada 24 Julai 1981 jam 11.10 pagi waktu
Malaysia. Almarhum dipercayai mengalami serangan penyakit jantung. Penyusun
berharap agar paparan kisah hidup tokoh nusantara yang agong ini dapat
mengimbau kembali kenangan kita terhadap Pak Hamka yang dikasihi dan kita tidak
rugi apabila mengingati orang-orang yang soleh kerana ia boleh mendatangkan
rahmah. Rasulullah sendiri pernah bersabda yang bermaksud
“ Sesungguhnya perbandingan ulama di bumi sepertilah bintang- bintang di langit yang boleh dijadikan panduan di dalam kegelapan di bumi dan di laut..”
Golongan yang cuba mengelak diri dari mendampingi ulama atau memusuhi mereka yang ikhlas untuk memandu kita di dunia ini perlulah berwaspada. Ingatlah, peringatan Allah SWT dalam Hadith Qudsi :“ Barang siapa memusuhi waliKu ( ulama), maka Aku akan mengisytiharkan perang terhadapnya”
( Riwayat Al
Bukhari).