Oleh : Abd Muhsin Maryono
Telah maklum bagi kita bahwa tauhid terbagi
menjadi tiga. Pertama, Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam setiap
perbuatan seorang hamba, seperti berdoa, beristghosah, menyembelih, nadzar dll.
Ke dua Tauhid Rububiyyah adalah mentahidkan Allah dalam setiap perbuatan-Nya,
seperti menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dll. Ke tiga,
Tauhid Asma Wa Sifat adalah menetapkan terhadap apa-apa yang telah Allah
tetapkan atas diri-Nya dan yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya dari nama-nama
dan sifat-sifat Allah atas segi yang berkaitan dengan kesempurnaan dan
ketinggian Allah, tanpa menyerupakan atau membagaimanakan, dan tanpa merubah
atau meniadakan.
Pembagian tauhid menjadi tiga, terdefinisikan
atas dasar pembacaan dari Nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam uraian ringkas
ini kita akan melihat bagaimana tauhid tersebut ada dalam salah satu surah dari
surah-surah yang ada dalam al-Qur’an, yaitu surah pembuka, surah al-Fatihah
yang telah banyak dihafal oleh kaum muslimin sedunia.
Uraian ini kami nukil
dari kitab Qotfu al-Jana ad-Dani Syarh Muqoddimah Risalah Ibn Abi Zaid
al-Qoirawani oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad Al-Abbad Al-Badr
–hafidhohullah- hal 56-58. Semoga bermanfaat.
Ayat pertama:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
“segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Ayat Alhamdulillahi Rabbil alamin di
dalamnya tercakup atas berbagai jenis tauhid, yaitu Alhamdu liLLAH, di
dalamnya terkandung tauhid uluhiyyah, karena penisbatan sebuah pujian (alhamdu)
kepada Allah oleh seorang hamba adalah sebuah ibadah. Dan kata Rabbil
alamin adalah penetapan tauhid rububiyyah, pada dasarnya Allah adalah
Tuhan semesta alam, dan alam adalah segala sesuatu kecuali Allah, karena tidak
ada di alam semesta ini kecuali pencipta dan ciptaan, dan Allah adalah Sang
Pencipta, dan segala sesuatu selain San Pecipta adalah yang dicipta atau
makhluk. Dan di antara nama-nama Allah adalah Ar-Rabb.
Dalam ayat ini Syaikh –hafidhohullah- menerangkan
bahwa telah tercakup di dalamnya tauhid uluhiyyah, rububiyyah dan asma wa
Sifat. Uluhiyyah dalam Alhamdu liLLAH, Rububiyyah dan Asma wa Sifat
dalam Rabbil alamin.
Ayat selanjutnya yaitu firman Allah:
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini mengandung tauhid Asma wa Sifat,
ar-Rahman dan ar-Rahim merupakan dua nama dari nama-nama Allah, dua nama
tersebut menunjukkan atas sifat dari sifat-sifat Allah, yaitu sifat kasih
sayang. Nama-nama Allah secara keseluruhan diambil dari kata musytaq,
dan bukan dari kata jamid, dan setiap nama dari nama-nama Allah
menunjukkan atas sifat dari sifat-sifat Allah.
Syaikh –hafidhahullah- menerengkan bahwa
ar-Rahman dan ar-Rahim merupakan nama dari nama-nama Allah, maka secara jelas
bahwa ayat ini mengandung tauhid asma wa sifat, ayat ini mengajari kita tauhid
asma wa sifat. Diterangkan juga bahwa nama Allah diambil dari kata musytaq,
dan bukan dari kata jamid, dalam bahasa arab, menurut asal kata dan
pembentukannya,
Isim atau Kata Benda terbagi dua:
1. Isim Jamid, yaitu Isim yang tidak
terbentuk dari kata lain. Contoh الكرسي
2. Isim Musytaq, yaitu Isim yang
dibentuk dari kata lain. Contoh الرحمان diambil dari رحم
Maka dalam hal ini pentingnya bahasa arab dalam
memahami agama Islam.
Diterangkan juga oleh Syaikh bahwa setiap nama
dari nama-nama Allah itu mengandung sifat dari sifat-sifat Allah. Maka nama
Allah pasti mengandung sifat dan sifat Allah tidak mengandung nama Allah.
Ayat selanjutnya:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“yang menguasai hari Pembalasan.”
Di dalamnya terdapat penetapan tauhid Rububiyah,
yaitu bahwa Allah –subhanahu wa ta’ala- Raja/yang menguasai dunia dan akhirat,
sedangkan pengkhususan yang merajai hari pembalasan, sebab Allah adalah yang
berkuasa pada saat itu, dan sebab pada saat itu semua makhluk di alam semesta
tunduk pada Rabb semesta alam yaitu Allah. Sebaliknya di dunia, didapati orang
yang sombong yang mengaku paling berkuasa, semisal apa yang dikatakan oleh
Fir’aun: “Aku adalah Rabb kalian yang paling tinggi”
Ayat berikutnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
“hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya
kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan”.
Dalam ayat ini terdapat penetapan tauhid
Uluhiyah, sebab ayat ini berkenaan dengan penyembahan dan permintaan
pertolongan yang mana hal tersebut merupakan bentuk-bentuk ibadab yang hanya
ditujukan atau diperuntukkan bagi Allah semata. Dan pada ayat mengawalkan obyek
pada kalimat yaitu إياك berfaedah pada pengkhususan, maknanya: kami
mengkhususkan peribadatan dan permintaan tolong hanya kepada-Mu, dan kami tidak
menyekutukan Engkau dengan sesuatupun.
Ayat berikutnya:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7
“Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
Penetapan tauhid Uluhiyah, karena permohonan
hidayah dari Allah adalah doa, dan Rasulullah saw bersabda: “Doa adalah ibadah”,
permintaan hamba kepada Rabbnya dalam doa ini agar diberi hidayah kepada jalan
yang lurus, jalannya para Nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang
syahid, dan orang-orang yang shalih, yang mana mereka merupakan Ahlu Tauhid,
dan memohon agar dijauhkan dari jalan yang dimurkai dan dijauhkan dari jalan
mereka yang sesat, mereka yang kosong dari ketauhidan, melekat pada mereka
kesyirikan kepada Allah dan beribadah kepada selain Allah.
Wallahu ta’ala a’lam