Sesungguhnya kenikmatan Allah
kepada manusia sangat banyak. Baik kenikmatan lahiriyah maupun batiniyah. Di
antara kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia adalah penciptaan
bintang-bintang di atas langit.
HIKMAH PENCIPTAAN BINTANG
Di dalam Al-Qur’an, Allah telah
menjelaskan beberapa hikmah penciptaan bintang-bintang tersebut sebagai
berikut:
Hiasan langit.
Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah
menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka
siksa neraka yang menyala-nyala.”
(Al-Mulk: 5)
·
Alat-alat pelempar setan.
Yaitu lemparan terhadap jin yang berusaha mencuri berita langit.
Hal ini sebagaimana
disebutkan di dalam ayat di atas. Demikian juga banyak
hadits-hadits Nabi yang
memberitakannya.
Di antaranya adalah hadits di bawah
ini,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّهُمْ بَيْنَمَا هُمْ جُلُوسٌ لَيْلَةً
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُمِيَ بِنَجْمٍ
فَاسْتَنَارَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَاذَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا رُمِيَ بِمِثْلِ هَذَا
قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ كُنَّا نَقُولُ وُلِدَ اللَّيْلَةَ رَجُلٌ
عَظِيمٌ وَمَاتَ رَجُلٌ عَظِيمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَإِنَّهَا لَا يُرْمَى بِهَا لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ
حَمَلَةُ الْعَرْشِ ثُمَّ سَبَّحَ أَهْلُ السَّمَاءِ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ حَتَّى
يَبْلُغَ التَّسْبِيحُ أَهْلَ هَذِهِ السَّمَاءِ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ الَّذِينَ
يَلُونَ حَمَلَةَ الْعَرْشِ لِحَمَلَةِ الْعَرْشِ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ
فَيُخْبِرُونَهُمْ مَاذَا قَالَ قَالَ فَيَسْتَخْبِرُ بَعْضُ أَهْلِ السَّمَاوَاتِ
بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغَ الْخَبَرُ هَذِهِ السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَتَخْطَفُ
الْجِنُّ السَّمْعَ فَيَقْذِفُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ وَيُرْمَوْنَ بِهِ فَمَا
جَاءُوا بِهِ عَلَى وَجْهِهِ فَهُوَ حَقٌّ وَلَكِنَّهُمْ يَقْرِفُونَ فِيهِ
وَيَزِيدُونَ
“Dari Abdullah bin Abbas,
dia berkata: “Seorang laki-laki dari sahabat Nabi dari kalangan Anshar
memberitakan kepadaku: “Bahwa pada suatu malam ketika mereka sedang duduk
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada satu bintang yang
dilemparkan sehingga bintang itu bersinar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepada mereka, ‘Pada zaman jahiliyah, apakah yang kamu
katakan apabila ada ada bintang yang dilemparkan seperti ini?’ Mereka menjawab,
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Kami dahulu mengatakan, ‘Pada malam ini
telah dilahirkan seorang yang agung, dan telah wafat seorang yang agung.’ Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya bintang itu
tidaklah dilemparkan karena kematian seseorang, dan bukan karena hidupnya
seseorang. Tetapi Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala ismuhu apabila telah memutuskan
satu urusan, para malaikat pemikul ‘Arsy bertasbih, kemudian (para malaikat)
penghuni langit yang mengiringinya juga bertasbih. Sehingga tasbih itu sampai
kepada penghuni langit dunia ini. Kemudian para malaikat yang dekat dengan para
pemikul ‘Arsy bertanya kepada para pemikul ‘Arsy, ‘Apakah yang telah dikatakan
oleh Rabb kamu?’ Maka mereka memberitakan kepada para malaikat itu tentang apa
yang Allah katakan. Kemudian sebagian penghuni langit meminta kabar kepada
sebagian yang lain. Sehingga kabar itu sampai ke langit dunia ini. Kemudian jin
mencopet pendengaran, lalu memberikan kepada wali-wali (kekasih) mereka. Dan
mereka dilempar dengan bintang itu. Maka apa yang mereka bawa sesuai dengan
aslinya itu haq, tetapi mereka berdusta padanya dan menambahi."
(HR. Muslim, no. 2229; Ahmad, juz 1/hlm. 218)
Tanda-tanda untuk mengetahui arah dan jalan.
Allah Ta’ala berfirman,
Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar
kamu menjadikannya
petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya
Kami telah menjelaskan
tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang
mengetahui.” (An-Nahl: 97)Inilah
hikmah-hikmah penciptaan bintang yang dijelaskan oleh Allah Ta’ala, maka janganlah
seseorang berlebih-lebihan dengan mencari-cari
tujuan-tujuan yang lain dari bintang-bintang
ciptaan Allah Ta’ala itu. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Qotadah –semoga Allah
merahmatinya- berkata,
خَلَقَ هَذِهِ النُّجُومَ لِثَلَاثٍ جَعَلَهَا زِينَةً لِلسَّمَاءِ
وَرُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَعَلَامَاتٍ يُهْتَدَى بِهَا فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيهَا
بِغَيْرِ ذَلِكَ أَخْطَأَ وَأَضَاعَ نَصِيبَهُ وَتَكَلَّفَ مَا لَا عِلْمَ لَهُ
بِهِ
“Allah telah menciptakan
bintang-bintang ini untuk tiga (perkara): hiasan untuk langit, melempar setan,
dan tanda-tanda yang dijadikan petunjuk (jalan/ arah/ daerah). Barangsiapa
menerangkan tentang bintang-bintang dengan selain itu, dia telah berbuat
keliru, menyia-nyiakan bagiannya, dan memberatkan diri dengan apa yang dia
tidak memiliki ilmunya.”
(Kitab: Bad’ul Kholq, bab: Fiin Nujum)
ILMU PERBINTANG YANG TERLARANG
Perlu diketahui bahwa sejak
dahulu sampai sekarang, banyak orang yang mempercayai bahwa kejadian-kejadian
akan datang, nasib manusia, dan semacamnya dapat diketahui lewat
bintang-bintang. Sesungguhnya ini merupakan perkara yang bertentangan dengan
aqidah Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا:
حَيْفَ الْأَئِمَّةِ , وَإِيْمَانًا بِالنُّجُومِ , تَكْذِيْبًا بِالْقَدَرِ
“Aku khawatirkan pada umatku tiga perkara: penyimpangan imam-imam
(tokoh-tokoh panutan; pemerintah), keyakinan terhadap bintang-bintang, dan
pendustaan terhadap takdir.”
(HR. Ibnu ‘Asakir; Ibnu Abdil
Barr di dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi 2/39; Abd bin Humaid; Lihat Ad-Durrul Mantsur 8/31; Kanzul ‘Ummal 6/15. Hadits hasan dengan semua penguatnya. Fathul Majid, hal: 292)
Anggapan demikian itu
sesungguhnya termasuk ilmu sihir, sebagaimana disebutkan di dalam hadits di
bawah ini,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً
مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Dari Ibnu Abbas, dia
berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa
mengambil (mempelajari) ilmu (masalah; pengetahuan) dari bintang-bintang, dia
mengambil satu bagian dari sihir. Pengambilan sihir itu bertambah selama dia
bertambah mengambil (mempelajari).’”
(HR. Abu Dawud, no. 3905; Ahmad 1/277; Al-Baihaqi, no. 3726.
Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Al-Khaththabi berkata,
“Ilmu
perbintangan yang terlarang adalah ilmu yang oleh para ahli perbintangan
dijadikan petunjuk terhadap pengetahuan kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa yang belum terjadi. Seperti datangnya hujan dan perubahan
harga-harga (barang). Adapun ilmu perbintangan untuk mengetahui waktu-waktu
shalat, arah kiblat tidak masuk yang terlarang”.
Syeikh Shalih Al-Fauzan
menyatakan,
“Maka barangsiapa mengaku-ngaku perkara ghoib dengan sarana apa
saja –selain yang dikecualikan oleh Allah kepada para Rasul-Nya (lewat
wahyu-Nya)- maka dia pendusta, kafir. Baik hal itu dengan sarana membaca
telapak tangan, gelas, perdukunan, sihir, perbintangan/ zodiak, atau lainnya”.
[Lihat: kitabAt-Tauhid, hal. 30, karya Syeikh Shalih
Al-Fauzan, penerbit Darul Qosim, cet. 2, th:.1421 H/ 2000 M]
Beliau juga berkata,
“Maka
barangsiapa mengaku-ngaku mengetahui perkara ghoib atau membenarkan orang yang
mengaku-ngaku hal itu, maka dia musyrik, kafir. Karena dia mengaku-ngaku
menyekutui Allah dalam perkara yang termasuk kekhususan-kekhusuan-Nya”.
[Lihat:
kitab At-Tauhid, hal.31, karya Syeikh Shalih Al-Fauzan, penerbit Darul Qosim]
MACAM-MACAM PERBINTANGAN
Syeikh Al-‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan masalah tanjiim (perbintangan). Beliau menyatakan bahwa ilmu tanjiim ada dua:
1) Ilmu At-Ta’tsiir (Astrologi; ilmu yang mempelajari tentang bintang dengan anggapan bahwa bintang-bintang itu memiliki pengaruh). Ini ada tiga:
a. Seseorang meyakini bahwa bintang-bintang memiliki pengaruh, sebagai pelaku, dengan arti: bahwa bintang-bintang itu yang menciptakan kejadian-kejadian dan keburukan-keburukan. Ini syirik akbar (syirik yang lebih besar, orangnya kafir atau murtad jika dia orang Islam). Karena barangsiapa mengklaim bahwa bersama Allah ada pencipta (selain Dia), maka dia orang musyrik dengan kemusyrikan yang besar. Karena dia menjadikan makhluk yang ditundukkan (yaitu bintang), menjadi pencipta yang menundukkan.
b. Seseorang menjadikan bintang-bintang sebagai sebab, sehingga dengannya dia mengklaim ilmu ghoib. Dia mengambil petunjuk dengan gerakan bintang-bintang, perpindahannya, dan perubahannya, bahwa akan terjadi demikian dan demikian karena bintang anu telah menjadi demikian dan demikian. Seperti seseorang mengatakan, “Orang ini kehidupannya akan celaka karena dia dilahirkan pada bulan anu”, “Orang ini kehidupannya akan bahagia karena dia dilahirkan pada bulan anu”. Maka orang tersebut telah menjadikan mempelajari perbintangan sebagai sarana untuk mengklaim ilmu ghoib, sedangkan klaim ilmu ghoib merupakan kekafiran yang mengeluarkan dari agama. Karena Allah Ta’ala berfirman,
قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ
إِلاَّ اللهُ
“Katakanlah, ‘Tidak ada
seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah.’”
(QS. An-Naml: 65)
Firman Allah ini termasuk jenis pembatas yang paling kuat, karena menggunakan peniadaan dan pengecualian. Maka barangsiapa mengaku-ngaku terhadap ilmu ghoib, berarti dia telah mendustakan Al-Qur’an.
c. Seseorang meyakini bintang-bintang itu sebagai sebab terjadinya kebaikan dan keburukan. Maka ini syirik ashghar (syirik yang lebih kecil, tidak memurtadkan dari Islam). Yaitu jika telah terjadi sesuatu, dia menisbatkan kepada bintang-bintang. Dan dia tidak menisbatkan kepada bintang-bintang kecuali setelah terjadinya.
2) Ilmu At-Tasyiir (Astronomi; ilmu yang mempelajari tentang bintang, yang dengan
perjalanannya dijadikan petunjuk untuk mashlahat (kebaikan) agama, seperti arah
kiblat, atau mashlahat dunia, seperti: arah, letak tempat, musim, dan lainnya.
Ini hukumnya boleh. [Lihat Al-Qsulul Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid, 2/102-103, karya Syeikh Al-‘Utsaimin, penerbit: Darul ‘Ashimah,
cet. 1, th. 1415 H]
Dari penjelasan ini kita
mengetahui bahaya ramalan nasib atau kejadian-kejadian berdasarkan bintang,
yang dikenal dengan istilah horoscop, pakuwon, atau semacamnya. Wallahul-Musta’an.
Penulis: Ustadz Abu Isma’il
Muslim Al-Atsary
(Pengasuh Ma’had Ibnu Abbas As-Salafy, Sragen)