Oleh :
Agus Musthofa
Seorang kawan saya tiba-tiba nyeletuk,
“Jangan-jangan Tuhan itu adalah energi.”
Saya yang
tak tahu asal-muasal munculnya kalimat itu bertanya kepadanya, “Kenapa kok tiba-tiba punya pikiran seperti
itu?”
Ia pun
lantas menjelaskan pencarian spiritualnya tentang Tuhan. Menurutnya, antara
energi dan Tuhan memiliki beberapa kemiripan sifat. Di antaranya, Tuhan dan
energi sama-sama tidak kasat mata. Selain itu, Tuhan dan energi sama-sama
memiliki sifat kekal, yang di dalam Fisika dikenal sebagai Hukum Kekekalan
Energi.
Setelah
tahu latar belakangnya, saya pun mengajaknya berdiskusi seputar energi dan
Tuhan. Yang pertama, tentang sifatnya yang tidak kasat mata. Saya katakan,
bukan hanya energi yang tidak kasat mata. Sangat banyak “sesuatu” yang tidak
kasat mata, tetapi tidak bisa serta-merta disejajarkan dengan Tuhan.
Misalnya
“waktu”, itu juga tidak kasat mata. Meskipun besarnya bisa diukur dengan
menggunakan mesin pewaktu --seperti jam digital-- tetapi dimensi waktu adalah
besaran yang tak kasat mata. Cuma bisa dirasakan kehadirannya. Demikian pula
dimensi ruang, juga tidak kasat mata. Walaupun batas-batasnya berupa dinding
atau materi pembatas bisa dilihat, tetapi ruang itu sendiri tak kasat mata.
Tapi, tidak serta-merta kita menyamakan dimensi ruang dan waktu setara dengan
Tuhan.
Belum
lagi bicara soal “kesadaran” dan “perasaan” yang sangat abstrak. Dan tentu,
juga tidak bisa dilihat secara kasat mata. Pada intinya, sifat “tak kasat mata”
tidak serta-merta menjadikan sesuatu itu layak untuk disebut Tuhan. Termasuk
energi. Sampai di sini, kawan saya bisa memahami dan menerima pendapat saya.
Meskipun, ia lantas bertanya, “Tapi bagaimana dengan kekekalan energi? Bukankah
energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan? Sehingga ia pantas
disebut sebagai Tuhan? Atau, setidak-tidaknya setara dengan Tuhan?”
Maka,
saya pun mengajaknya untuk melihat sejarah alam semesta. Bahwa jagat raya ini
menurut Fisika Modern adalah eksistensi yang memiliki permulaan dan memiliki
akhir. Jika di-breakdown,
alam semesta ini tersusun dari lima variable, yakni: ruang,
waktu, materi, energi, dan informasi. Dengan kata lain, energi bukanlah
segala-galanya. Ia hanya salah satu dari variabel penyusun alam semesta.
Ruang adalah
wadah alam semesta. Waktu adalah ukuran dinamikanya. Sedangkan materi dan
energi menjadi isi. Sedangkan informasi adalah hukum-hukum yang menggerakkan
seluruh peristiwa di dalamnya. Energi tidak bisa berdiri sendiri. Ia bergantung
kepada keberadaan materi. Jika di alam semesta ini tidak ada materi, maka
energi juga tiada. Dan itu, sudah pernah terjadi saat alam semesta ini berusia
nol tahun. Di mana “waktu” belum ada, dan “ruang” alam semesta pun belum
terbentuk.
Maka, materi tidak memiliki tempat untuk memunculkan energi.
Jadi,
sebenarnya hukum kekekalan energi itu hanya berlaku ketika waktu sudah
bergerak, ruangan sudah terbentuk, dan materi-energi sudah eksis. Ketika semua
itu masih nol, energi pun tidak ada. Dengan kata lain, energi bukanlah sesuatu
yang tidak punya awal dan tidak punya akhir. Dalam pemahaman kosmologi modern,
energi memiliki awal yaitu di saat terjadinya dentuman besar: Big
Bang. Dan, akan berakhir saat runtuhnya alam semesta yang dikenal
sebagai: Big Crunch.
Segala
sesuatu bakal musnah, sebagaimana dulu tiada, semua itu bakal kembali tiada.
Hanya Allah-lah Zat yang kekal dalam arti sebenar-benarnya. Dia tidak punya
awal dan tidak punya akhir, karena eksistensi-Nya bukan berada di dalam dimensi
ruang dan waktu. Melainkan, justru sebaliknya, ruang dan waktu itulah yang
berada di dalam Allah. Karena itulah, Alquran menyebut-Nya sebagai Zat yang
meliputi seluruh dimensi waktu: awal waktu sekaligus akhir waktu. Bahkan juga
meliputi segala yang tampak maupun yang tidak tampak, alias yang material
maupun yang energial.
“Dialah
Yang Awal (meliputi waktu ke nol) dan Yang Akhir (meliputi waktu tak
terhingga), Yang Zhahir (meliputi seluruh yang material) dan Yang Batin
(meliputi seluruh yang energial); dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
”[QS Al
Hadiid: 3]
Karena
itu, adalah sebuah kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa jika kita menyamakan
energi dengan Tuhan, ataupun menyetarakan Tuhan dengan energi. Terlalu naif.
Apalagi, ada yang menyalah-tafsir berita ditemukannya partikel Tuhan alias God
Particle sebagai zat
penyusun eksistensi ketuhanan: sebuah kekeliruan yang sangatabsurd.
Karena,
yang disebut sebagai god particle itu sebenarnya tak lebih hanyalah
sebutir partikel yang berfungsi memunculkan gaya gravitasi. Ini hanya salah
satu dari empat gaya fundamental pembentuk alam semesta: gaya nuklir lemah,
gaya nuklir kuat, gaya elektromagnetik, dan gaya gravitasi. Yang jika salah
satu dari keempat gaya ini tidak eksis, alam semesta ini pun bakal runtuh
kembali ke pusatnya.
Maka
tidak bisa tidak, seluruh eksistensi alam semesta ini sebenarnya berada di
dalam kendali “Kekuatan” yang lebih besar lagi. Dialah yang mengendalikan
seluruh dinamika jagat raya sebagai orkestra maharaksasa, dengan akurasi yang
sangat “nggegirisi”.
Kekuasaan-Nya tiada terbatas. Kehendak-Nya tak ada yang bisa menghalangi. Dan
Kecerdasan serta ilmu-Nya tidak ada yang bisa menandingi. Dialah Allah azza
wajalla, Sang Penguasa jagat semesta raya.
“Kepunyaan
Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan adalah Allah Maha
Meliputi segala sesuatu.
” [QS An
Nisaa”: 126]
“Janganlah
kamu sembah di samping Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan selain
Dia. Segala sesuatu bakal binasa, kecuali Allah saja. Bagi-Nyalah segala
penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
[QS Al
Qashash: 88]
Wallahu a’lam bishshawab.
Semoga
Ramadan kali ini adalah Ramadan yang penuh hikmah. Selamat berlebaran bersama
handai tolan.Taqabbalallahu
minna waminkum, taqabbal ya kariim.
Mohon
maaf lahir dan batin.