|
|
Presiden
|
|
Pendahulu
|
|
Pengganti
|
|
|
|
Presiden
|
|
Pendahulu
|
|
Pengganti
|
|
|
|
Lahir
|
|
Meninggal
|
5 September 1984 (umur 67)
Bandung, Jawa Barat, Indonesia |
Partai politik
|
|
Agama
|
Adam Malik Batubara (Pematang Siantar, 22 Juli 1917–Bandung, 5 September 1984) adalah mantan Menteri Indonesia
pada beberapa Departemen, antara lain beliau pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Beliau juga pernah menjadi Wakil Presiden
Indonesia yang ketiga.
Ia
merupakan personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomasi dan media massa.
Jangan kaget, kalau pria otodidak yang secara formal hanya tamatan SD (HIS) ini
pernah menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York dan merupakan
salah satu pendiri LKBN Antara. Kemahirannya memadukan diplomasi dan media
massa menghantarkannya menimba berbagai pengalaman sebagai duta besar, menteri,
Ketua DPR hingga menjadi wakil presiden.
Sang wartawan, politisi, dan diplomat kawakan, putera bangsa berdarah Batak bermarga Batubara, ini juga dikenal sebagai salah satu pelaku dan pengubah sejarah yang berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia hingga proses pengisian kemerdekaan dalam dua rezim pemerintahan Soekarno dan Soeharto.
Pria cerdik berpostur kecil yang
dijuluki ”si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli
1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil
ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang
ayah menyuruhnya memimpin toko ‘Murah’, di seberang bioskop Deli. Di sela-sela
kesibukan barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya
pengetahuan dan wawasannya.
Ketika usianya masih belasan tahun,
ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua
bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17
tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut
aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan
berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta.
Pada usia 20 tahun, Adam Malik
bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu
Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 berkantor di
JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin
tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat
kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita
Andalas dan Majalah Partindo.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif
bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17
Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah
melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Demi mendukung kepemimpinan
Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih
sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas
menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan
anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.
Akhir tahun lima puluhan, atas
penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar
biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan
diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan
Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai
perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko
Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh
Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution
dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang
kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim
pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok
kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio
baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan
keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya
modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966
sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan
Menlu RI.
Sebagai Menlu dalam pemerintahan
Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan
negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama.
Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN
tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di
New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi
badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga
bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil
Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono
IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Beberapa tahun setelah menjabat
wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, ia seorang yang
terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek
dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan
kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia
menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan
bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia
memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan
permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu
juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’
dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa
dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena
kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan
mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda
kehormatan.